MAKALAH KEBUDAYAAN| KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI KESEHATAN | TEORI PENDIDIKAN

KEBUDAYAAN , KESEHATAN ORANG PAPUA  DALAM PERSPEKTIFANTROPOLOGI KESEHATAN

Abstract

In this article the author tries to look on social andcultural  interpretation of the healthproblems  on Papuan’s societies. ThePapuan’s  traditionally , have differentviews  to care out their health.

Asfound in most – perhaps all – societies some illnesses are viewed as having“natural” or “naturalistic”  causes ,  while others have  “magical” or “supernatural” or “personalistic causes. In this causes , most of  the Papuan’s depent on supernatural orpersonalistic to care about their health. My finding  is more complexs. Thatis how the decision was made and  whatkind of  help to look for depent on manyfactors such as perceived the gravity of the illness ,  past experience with different kinds ofhealers , family knowledge and therapeutic skills (couple with the advice of  friends and neighbors) , cost of differentkinds of treatment , and  the   covenience and availability of differentkinds of treatment.

The author suggests that by knowing  the social and culturalinterpretation of  health problems onPapuan’s , it will be more easy   toapply   modern  medicine in the  rural societies  to care out their health problems.
 A. PENDAHULUAN

 Orang Papua  berdasarkan kajian-kajian etnografi mempunyaikeanekaragaman kebudayaan yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Tidak hanyasaja pada keanekaragaman kebudayaan tetapi dalam semua unsur kebudayaanmempunyai keaneka ragaman yang berbeda satu sama lainnya. Keaneka ragamanini  juga melukiskan adanya perbedaanterhadap pandangan serta pengetahuan tentang kesehatan.

Kalau dilihat kebudayaan sebagai pedoman dalam berperilakusetiap individu  dalam kehidupannya ,tentu dalam  kesehatan  orang Papua mempunyai seperangkat pengetahuanyang berhubungan dengan masalah kesehatan berdasarkan perspektif masing-masing suku bangsa. Keaneka ragaman dalamkebudayaan baik dalam unsur mata pencaharian , ekologi , kepercayaan/religi ,organisasi sosial , dan lainnya  secaralangsung memberikan pengaruh terhadap kesehatan  para warganya.  Dengan demikian secara kongkrit  orang Papua mempunyai seperangkat pengetahuanberdasarkan kebudayaan mereka masing-masing dalam menanggapi masalah kesehatan.
Kajian etnografi  iniakan memberikan ilustrasi tentang bagaimana  kebudayaan , kesehatanorang Papua  berdasarkan perspektifantropologi , yang  dapat  memberikan pemahaman kesehatan secarakultural.

B.KEBUDAYAAN  DAN  PERILAKU SEBAGAI  KONSEP  DASAR

Kebudayaan sebagai pedoman dalam  kehidupan warga penyandangnya jauh lebihkompleks dari sekedar menentukan pemikiran dasar , karena  kenyataan kebudayaan itu sendiri akan membukasuatu cakrawala kompetensi dan kinerja manusia sebagai makhluk sosial yangfenomenal.  Untuk itu dapatlahdikemukakan beberapa rumusan kebudayaan:

“…dalam konteks suatu aliran atau golonganteori kebudayaan yang besar pengaruhnya dalam kajian antropologi , atau yangdikenal dengan “Ideasionalisme” (ideationalism) (Keesing , 1981; Sathe , 1985)dalam kajian  khususnya kesehatan.Goodenough mengemukakan bahwa kebudayaan adalah suatu sistem kognitif- suatusistem yang terdiri dari pengetahuan , kepercayaan , dan nilai yang berada dalampikiran anggota-anggota individual masyarakat. Ini berarti bahwa kebudayaanberada dalam “tatanan kenyataan yang ideasional”. Atau kebudayaan merupakanperlengkapan mental yang oleh anggota-anggota masyarakat dipergunakan dalamproses-proses orientasi , transaksi , pertemuan , perumusan gagasan , penggolongan ,dan penafsiran  perilaku  sosial nyata dalam masyarakat. Dengandemikian merupakan  pedoman  bagi anggota-anggota masyarakat untukberperilaku sosial yang baik/pantas dan sebagai penafsiran bagi perilakuorang-orang lain.  Hal yang sama puladikemukakan oleh Sathe (1985:10) bahwa kebudayaan adalah gagasan-gagasan danasumsi-asumsi penting yang dimiliki suatu masyarakat yang menentukan ataumempengaruhi komunikasi , pembenaran , dan perilaku anggota-anggotanya(Kalangie ,1994:1-2).
  
Pemahaman kebudayaan seperti dalam konteksideasionalisme  bukan hanya mengacu padatipe-tipe masyarakat , suku bangsa , tetapi terilihat  juga pada sistem-sistem yang  formal (organisasi formal dalam membicarakanpengaruh-pengaruh kebudayaan birokratisme dan profesionalisme). Untuk  dapat memahami  rumusan kebudayaan , tidaklah berpendapat  bahwa seluruh kelompok masyarakat memiliki kesatuankebudayaan , tetapi masing-masing kelompok masyarakat menunjukkan adanyaperbedaan  budaya   secara nyata (Geertz , 1966).
Perilaku  terwujudsecara nyata  dari seperangkatpengetahuan kebudayaan. Bila  berbicaratentang sistem budaya , berarti mewujudkan perilaku sebagai suatu tindakan yang kongkrit dan dapatdilihat , yang diwujudkan  dalam sistemsosial di lingkungan  warganya. Berbicaratentang konsep perilaku , hal ini berarti merupakan satu kesatuan dengan konsepkebudayaan. Perilaku kesehatan seseorang sangat berkaitan dengan pengetahuan ,kepercayaan , nilai , dan norma dalam lingkungan sosialnya , berkaitan denganterapi , pencegahan penyakit (fisik , psikis , dan sosial) berdasarkan  kebudayaan mereka masing-masing.

Kebudayaan mempunyai sifat  yang  tidak statis , berarti dapat berubah cepatatau lambat karena adanya kontak-kontak kebudayaan atau adanya gagasan baru dari luar yang dapat mempercepatproses perubahan.  Hal ini  berarti bahwa terjadi proses interaksi antara pranata dasar dari kebudayaanpenyandangnya dengan pranata ilmu pengetahuan yang baru  akan menghasilkan pengaruh baik langsung ataupun tidak langsung yangmengakibatkan  terjadinya  perubahan gagasan budaya dan pola perilakudalam masyarakat secara menyeluruh atau tidak menyeluruh.  Ini berarti bahwa , persepsi warga masyarakatpenyandang kebudayaan mereka masing-masing akan menghasilkan suatu pandanganatau persepsi yang berbeda tentang suatu pengertian yang sama dan tidak samadalam konteks  penyakit , sehat , sakit.
Dengan demikian , nampaknya ada kelompok yang lebihmenekankan pada terapi adikodrati (personalistik) , sedangkan  lainnya pada naturalistik berdasarkanprinsip-prinsip keseimbangan tubuh. Hal ini berarti masyarakat ada yang menekankan pada  penjelasan sehat-sakit berdasarkan pemahamanmereka  secara emik pada  konsep personalistik maupun  naturalistik. Jadi keaneka ragaman persepsisehat dan sakit itu ditentukan oleh pengetahuan , kepercayaan , nilai , normakebudayaan masing-masing masyarakat penyandang kebudayaannya masing-masing.Dapatlah dikatakan bahwa kebudayaanlah yang menentukan apa yang menyebabkanorang menderita sebagai akibat dari perilakunya.
Sehubungan  denganhal di atas , maka kebudayaan sebagai konsep dasar , gagasan budaya dapatmenjelaskan makna hubungan timbal balik antara gejala-gejala sosial (sosiobudaya)dari penyakit dengan gejala biologis (biobudaya) seperti apa yangdikemukakan oleh Anderson/Foster. Berarti orang Papua sebagai suatu kelompokmasyarakat yang  mempunyai seperangkatpengetahuan , nilai , gagasan , norma , aturan sebagai konsep dasar darikebudayaan , akan mewujudkan bentuk-bentuk perilakunya dalam kehidupan sosial.Perilaku itu akan mewujudkan perbedaan persepsi terhadap suatu konsep sehat ,sakit , penyakit secara kongkrit berbeda dengan kelompok etnik lainnya. Apalagidengan  adanya keaneka ragaman kebudayaanpada orang Papua , tentu secara kongkrit akan mewujudkan adanya perbedaanpersepsi dalam menyatakan suatu gejala kesehatan.

C. KONSEP SEHAT DAN SAKIT

C.1. KONSEP SEHAT

Konsep “Sehat”  dapatdiinterpretasikan orang berbeda-beda , berdasarkan komunitas. Sebagaimana dikatakan di atas bahwa orang Papuaterdiri dari keaneka ragaman kebudayaan , maka secara kongkrit akan mewujudkanperbedaan pemahaman terhadap konsep sehat yang dilihat secara emik danetik.  Sehat dilihat berdasarkan  pendekatan etik ,  sebagaimana yang  yang dikemukakan oleh Linda Ewles & Ina Simmet (1992) adalahsebagai beriku:

(1)   Konsep sehat dilihat dari segi jasmani yaitudimensi sehat yang paling nyata karena perhatiannya pada fungsi mekanistiktubuh;
(2)   Konsep sehat dilihat dari segi mental , yaitukemampuan berpikir dengan jernih dan koheren. Istilah mental dibedakan denganemosional dan sosial walaupun ada hubungan yang dekat diantara ketiganya;
(3)   Konsep sehat dilihat dari segi emosional yaitukemampuan untuk mengenal emosi seperti takut , kenikmatan , kedukaan , dankemarahan , dan untuk mengekspresikan emosi-emosi secara cepat;
(4)   Konsep sehat dilihat dari segi sosial berartikemampuan untuk membuat dan mempertahankan hubungan dengan orang lain;
(5)   Konsep sehat dilihat dari aspek spiritual yaituberkaitan dengan kepercayaan dan praktek keagamaan , berkaitan dengan perbuatanbaik , secara pribadi , prinsip-prinsip tingkah laku ,  dan cara mencapai kedamaian dan merasa damaidalam kesendirian;
(6)   Konsep sehat dilihat dari segi societal , yaituberkaitan dengan kesehatan pada tingkat individual yang terjadi karenakondisi-kondisi sosial , politik , ekonomi dan budaya yang melingkupi individutersebut. Adalah tidak mungkin menjadi sehat dalam masyarakat yang “sakit” yangtidak dapat menyediakan sumber-sumber untuk pemenuhan kebutuhan dasar danemosional. (Djekky , 2001:8)

Konsep sehat tersebut bila dikaji lebih mendalamdengan  pendekatan etik yang dikemukakanoleh Wold Health Organization (WHO) maka itu berart  bahwa:

Sehat itu adalah “a state of complete physical , mental , and social wellbeing , and not merely the absence of disease or infirmity” (WHO ,1981:38) Dalamdimensi ini jelas terlihat bahwa sehat itu tidak hanya menyangkut kondisifisik , melainkan juga kondisi mental dan sosial seseorang.  Rumusan yang relativistic mengenai konsep inidihubungkan dengan kenyataan akan adanya pengertian dalam masyarakat bahwa idekesehatan adalah sebagai kemampuan fungsional dalam menjalankan peranan-peranansosial dalam kehidupan sehari-hari (Wilson , 1970:12) dalam Kalangie (1994:38).


Namundemikian bila kita kaitkan dengan konteks sehat berdasarkan pendekatan secaraemik bagi suatu komunitas yang menyandang konsep kebudayaan mereka , adapandangan yang berbeda dalam menanggapi konsep  sehat tadi. Hal ini karenaadanya pengetahuan yang berbeda terhadap konsep sehat , walaupun secara nyata akan terlihat bahwa seseorang  secara etik dinyatakan tidak sehat , tetapimasih dapat melakukan aktivitas sosial lainnya. Ini berarti  orang tersebut dapat menyatakan dirinyasehat. Jadi hal ini berarti bahwa seseorang berdasarkan kebudayaannya dapatmenentukan  sehat secara berbedaseperti  pada kenyataan pendapat di bawahini sebagai berikut:

Adalah kenyataan bahwa seseorang dapat menentukan kondisikesehatannya baik (sehat) bilamana ia tidak merasakan terjadinya suatu kelainanfisik maupun psikis. Walaupun ia menyadari akan adanya kelainan tetapi tidakterlalu menimbulkan perasaan sakit , atau tidak dipersepsikan sebagai kelainanyang memerlukan perhatian medis secara khusus , atau kelainan ini  tidak dianggap sebagai suatu penyakit. Dasarutama penetuan tersebut adalah bahwa ia tetap dapat menjalankan peranan-peranansosialnya setiap hari seperti biasa.
Standard apa yang dapat dianggap “sehat” juga bervariasi.Seorang usia lanjut dapat mengatakan bahwa ia dalam keadaan sehat pada hariketika Broncitis Kronik berkurang sehingga ia dapat berbelanja di pasar. Iniberarti orang menilai kesehatannya secara subyektif , sesuai dengan norma danharapan-harapannya. Inilah salah satu harapan mengapa upaya untuk mengukurkesehatan adalah sangat sulit.  Gagasanorang tentang “sehat” dan merasa sehat adalah sangat bervariasi.Gagasan-gagasan itu dibentuk oleh pengalaman , pengetahuan , nilai , norma danharapan-harapan. (Kalangie , 1994:39-40)

C.2. KONSEP  SAKIT

Sakitdapat diinterpretasikan secara berbeda berdasarkan pengetahuan  secara ilmiah dan dapat dilihat berdasarkanpengetahuan secara budaya dari masing-masing penyandang kebudayaannya. Hal iniberarti dapat dilihat berdasarkan pemahaman secara  “etik” dan “emik”. Secara konseptual dapat disajikanbagaimana sakit dilihat secara “etik” yang dikutib dari Djekky (2001: 15)sebagai berikut :

Secara ilmiah penyakit (disease) diartikan sebagai gangguanfungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat terjadi infeksi atautekanan dari lingkungan , jadi penyakit itu bersifat obyektif. Sebaliknya sakit(illness)  adalah penilaian individuterhadap pengalaman menderita suatu penyakit (Sarwono , 1993:31). Fenomenasubyektif ini ditandai dengan perasaan tidak enak.  Di negara maju kebanyakan orang mengidaphypo-chondriacal , ini disebabkan karena kesadaran kesehatan sangat tinggi dantakut terkena penyakit sehingga jika dirasakan sedikit saja kelainan padatubuhnya , maka akan langsung ke dokter , padahal tidak terdapat gangguan fisikyang nyata.  Keluhan psikosomatis sepertiini lebih banyak ditemukan di negara maju daripada kalangan masyarakattradisional. Umumnya masyarakat tradisional memandang seseorang sebagai sakit ,jika orang itu kehilangan nafsu makannya atau gairah kerjanya , tidak dapat lagimenjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal atau kehilangan kekuatannyasehingga harus tinggal di tempat tidur (Sudarti , 1988).

Sedangkan secara “emik” sakit dapat dilihat berdasarkanpemahaman konsep kebudayaan masyarakat penyandang kebudayaannya sebagaimanadikemukakan di bawah ini:

Foster dan Anderson(1986) menemukan konsep penyakit (disease) pada masyarakat tradisional yangmereka telusuri di kepustakaan-kepustakaan mengenai etnomedisin , bahwakonsep  penyakit masyarakat non barat ,dibagi atas dua kategori umum  yaitu:
(1)   Personalistik , munculnya penyakit (illness)disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif , yang dapat berupa mahluksupranatural (mahluk gaib atau dewa) , mahluk yang bukan manusia (hantu , rohleluhur , atau roh jahat) maupun mahluk manusia (tukang sihir , tukang tenung).
(2)   Naturalistik , penyakit (illness) dijelaskandengan istilah-istilah yang sistematik dan bukan pribadi. Naturalistik mengakuiadanya suatu model keseimbangan , sehat terjadi karena unsur-unsur  yang tetap dalam tubuh seperti panas , dingin ,cairan tubuh berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individudalam lingkungan alamiah dan lingkungan sosialnya , apabila keseimbanganterganggu , maka hasilnya adalah penyakit (1986;63-70)

D. ORANG PAPUA DAN KESEHATAN

D.1. IMPLIKASI KONSEP SEHAT DAN SAKIT

Implikasi dari konsep sehat dan sakit tersebut di atas ,dapat memberikan perbedaan pandangan untuk setiap individu , dan hal ini akanlebih nampak berbeda bila dikaitkan berdasarkan konsepsi kebudayaan masing-masingpenyandangnya , seperti ditulis dalam karangan Djekky (2001: 15).

Semua obyek atau situasi dapat dipersepsikan secaraberlainan oleh beberapa individu. Demikian juga halnya dengan konsep sehat dansakit. Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat dan sakit sifatnya selalutidak obyektif , bahkan lebih banyak unsur subyektivitas dalam menentukankondisi tubuh seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat dan sakit inisangatlah dipengaruhi oleh unsur-unsur pengalaman masa lalu , disamping unsursosial-budaya. Sebaliknya para medis yang menilai secara obyektif berdasarkansimpton yang  tampak guna mendiagnosakondisi fisik seorang individu. Perbedaan kedua kelompok ini yang sering menimbulkan masalah dalammelaksanakan program kesehatan. Kadang-kadang orang tidak pergi berobat ataumenggunakan sarana kesehatan yang tersedia sebab ia tidak merasa mengidappenyakit. Atau si individu merasa bahwa penyakitnya itu disebabkan oleh mahluk halus , atau “guna-guna” ,  maka ia akan memilih untuk berobat kepadadukun , shaman atau orang pandai yang dianggap mampu mengusir mahluk halustersebut atau  guna-guna orang tersebutdari tubuhnya sehingga penyakitnya itu akan hilang (Jordan , 1985; Sudarti ,1988) , dalam Djekky (2001:15).

Lebih jauh implikasisehat dan sakit ini  dapat dilihatberdasarkan pemahaman secara  “etik” olehpara medis  terhadap masyarakatsecara  rasionalistik dengan melihat padaistilah yang sistimatik secara naturalistik sebagai berikut dikutip dari Djekky(2001: 12):

Para medis umumnya mendeteksi kebutuhan masyarakat akan upayakesehatan (Health Care)  pada tahap yanglebih awal. Kebutuhan ini akan hanya dideteksi pada awal dimulainya suatu penyakit tetapi lebih awal lagi , yaitu ketikaorangnya masih sehat  tetapi membutuhkanupaya kesehatan guna mencegah timbulnya penyakit-penyakit tertentu.  Sebaliknya masyarakat baru membutuhkan upayakesehatan jika mereka telah berada dalam tahap sakit yang parah ,  artinya tidak dapat diatasi dengan sekedarberistirahat atau minum jamu.  Berbagaipenelitian menujukkan bahwa  tindakanpertama untuk mengatasi penyakit adalah berobat sendiri (Self Medication). DiIndonesia masih ada satu tahap lagi yang dilewati banyak penderita  sebelum mereka datang ke petugas kesehatan ,yaitu pergi berobat ke dukun atau ahli pengobatan tradisional lainnya (Jordan ,1985; Sarwono , 1992 , Velsink , 1992) dalam Djekky (2001: 12).

Hal ini  dapatberdampak negatif bila dikaitkan dengan bentuk pertolongan yang secara etik kurang diperhatikan , sebab  nampaknya masyarakat lebih banyak melakukan tindakan pertama  apabila sakit pergi ke dukun , setelahitu  baru meminta pertolongan  para medis.

Yang lebih sulit lagi , konsep sehat-sakit ini berbeda-bedaantar kelompok masyarakat , oleh sebab itu untuk keberhasilan programkesehatan ,  perlu dilihat persepsimasyarakat tentang konsep sehat dan sakit , mencoba mengerti mengapa persepsitersebut sampai berkembang sedemikan rupa dan setelah itu mengusahakan merubahpersepsi tersebut agar mendekati konsep yang lebih obyektif.  Implikasi dari konsep sehat-sakit tersebutmembawa orang dalam berperilaku  mencarikesembuhan yang bervariasi pula.  Suchman(Notoatmodjo , 1993) ,  menganalisis polapencaharian pengobatan dimana terdapat limamacam reaksi dalam proses pencaharian pengobatan tersebut , yaitu:
(1)   Shopping , proses mencari alternatif sumber pengobatan guna menemukan seorang yang dapatmemberikan diagnosa dan pengobatan yang sesuai dengan harapan si sakit.
(2)   Fragmantation , proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yangsama seperti berobat ke dokter , sekaligus ke dukun.
(3)   Procrastination , penundaan pencarian pengobatan walaupun gejala penyakitnya sudahdirasakan.
(4)   Self Medication , pengobatan sendiri denganmenggunakan berbagai ramuan atau obat-obat yang dinilainya tepat baginya.
(5)   Discontinuity , penghentian proses pengobatan.(Djekky , 2001:13)

Bagaimana orang Papuaberdasarkan kebudayaannya  mengkonsepkansehat dan sakit. Karena keaneka ragaman kebudayaan orang Papua yang terdiridari berbagai suku bangsa , maka konsep sehat dan sakit itu dapat dipersepsikanberbeda-beda menurut pandangan dasar kebudayaan mereka masing-masing.

Orang Moi di sebelah utara kota Jayapura mengkonsepsikansakit sebagai gangguan keseimbangan fisik apabila masuknya kekuatan alammelebihi kekuatan manusia. Gangguan itu disebabkan oleh roh manusia yangmerusak tubuh manusia (Wambrauw , 1994). Hal ini berarti , bahwa bagi orang Moiyang sehat , ia harus selalu menghindari gangguan dari roh manusia tersebutdengan menghindari diri dari tempat-tempat dimana roh itu selalu berada (tempatkeramat , kuburan , hutan larangan , dan sebagainya).  Karena kekuatan-kekuatan alam itu berada padalingkungan-lingkungan yang menurut adat mereka adalah tempat pantangan untukdilewati sembarangan. Biasanya untuk mencari pengobatan , mereka langsung pergike dukun , atau mengobati sendiri dengan pengobatan tradisional atau melaluiorang lain yang dapat mendiagnosa penyakitnya (dukun akan mengobati kalau halitu terganggu langsung oleh roh manusia). 
Orang Biak Numfor mengkonsepsikan penyakit sebagai suatuhal yang menyebabkan terdapat ketidak seimbangan dalam diri tubuh seseorang.Hal ini berarti adanya sesuatu kekuatan yang diberikan oleh seseorang melaluikekuatan gaib karena kedengkiannya terhadap orang tersebut (Wambrauw , 1994).

Ini berarti sakit itudisebabkan oleh buatan orang lain melalui kekuatan gaib yang bisa berupa tenung ,black magic. Untuk itu maka penyembuhannya selalu melalui dukun atau orangyang dapat mengembalikan  buatan orangtersebut dengan menggunakan beberapa mantera.

Orang Marind-anim yang berada di selatan Papua juga mempunyai konsepsi tentang sehat dansakit , dimana apabila seseorang itu sakit berarti orang tersebut terkenaguna-guna (black magic).  Mereka jugamempunyai pandangan bahwa penyakit itu akan datang apabila sudah tidak ada lagikeimbangan antara lingkungan hidup dan manusia. Lingkungan sudah tidak dapatmendukung kehidupan manusia , karena mulai banyak. Bila keseimbangan ini sudahterganggu maka akan ada banyak orang sakit , dan biasanya menurut adat mereka ,akan datang seorang kuat (Tikanem) yang melakukan pembunuhan terhadap warga dari masing-masing kampung secaraberurutan sebanyak lima orang , agar lingkungan dapat kembali normal dan bisamendukung kehidupan warganya (Dumatubun , 2001).

Hal yang sama pula terdapat pada orang Amungme , dimana bilaterjadi ketidak seimbangan antara lingkungan dengan manusia maka akan timbulberbagai penyakit. Yang dimaksudkan dengan lingkungan di sini adalah yang lebihberkaitan dengan tanah karena tanah adalah “mama” yang memelihara ,mendidik , merawat , dan memberikan makan kepada mereka (Dumatubun , 1987). Untukitu bila orang Amungme mau  sehat ,janganlah merusak alam (tanah) , dan harus terus dipelihara secara baik.

Orang Moi di Kepala Burung Papua (Sorong) percaya bahwasakit itu disebabkan oleh adanya kekuatan-kekuatan supernatural , sepertidewa-dewa , kekuatan bukan manusia seperti roh halus dan kekuatan manusia denganmenggunakan  black magic. Disamping itu ada kepercayaan bahwa kalau orang melanggar pantangan-pantangansecara adat maka akan menderita sakit. Orang Moi , bagi ibu hamil dan suaminyaitu harus berpantang terhadap beberapa makanan , dan kegiatan , atau tidak bolehmelewati tempat-tempat yang keramat karena bisa terkena roh jahat dan akansakit (Dumatubun ,1999). Ini berarti untuk sehat , maka orang Moi tidakboleh  makan makanan tertentu pada saatibu hamil dan suaminya tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan tertentu ,seperti membunuh binatang besar , dan sebagainya.

Hal yang sama pula bagi orang Moi Kalabra yang berada dihulu sungai Beraur , (Sorong). Mereka percaya bahwa penyakit itu disebabkan olehadanya gangguan roh jahat , buatan orang serta melanggar pantangan-pantangansecara adat. Misalnya bila seorang ibu hamil mengalami keguguran atauperdarahan selagi hamil itu berarti ibu tersebut terkena “hawa kurang baik”(terkena black magic/ atau roh jahat). Mereka juga percaya kalau ibu itutidak bisa hamil/ tidak bisa meneruskan keturunan ,  berarti ibu tersebut telah dikunci karenasuami belum  melunasi mas kawin.Kehamilan akan terjadi bila sang suami sudah dapat melunasinya , makapenguncinya akan membuka black magic-nya itu (Dumatubun , 1999).

Orang Hatam yang berada di daerah Manokwari percaya bahwasakit itu disebabkan oleh  gangguankekuatan supranatural seperti dewa , roh jahat , dan buatan manusia. Orang Hatampercaya bahwa bila ibu hamil sulit melahirkan , berarti ibu tersebut terkena buatan orang dengan obat racun (rumuep) yaitusuanggi , atau penyakit oleh orang lain yang disebut “priet” (Dumatubun ,1999).

Orang Kaureh dikecamatan Lereh percaya bahwa seorang ibu yang  mandul adalah hasilperbuatan orang lain yaitu dengan black magic atau juga karena kutukanoleh  keluarga yang tidak menerimabagian  harta mas kawin (Dumatubun , 1999).

Hal yang serupa pula pada orang Walsa (Keerom) ,percaya bahwa sakit  disebabkan olehgangguan roh jahat , buatan orang , atau terkena gangguan dewa-dewa. Bila seorang ibu hamil meninggal tanpa sakitterlebih dahulu , berarti sakitnya dibuat orang dengan jampi-jampi (sinas) ,ada pula disebabkan oleh roh-roh jahat (beuvwa). Di samping itu  sakit juga disebabkan oleh melanggarpantangan-pantangan secara adat baik berupa makanan yang dilarang , danperkawinan (Dumatubun ,1999).

Berdasarkan beberapa contoh-contoh di atas dapatlahdikatakan bahwa orang  Papua mempunyaipersepsi  tentang sehat dan sakit itusendiri berdasarkan pandangan  dasar kebudayaanmereka masing-masing. Memang kepercayaan tersebut bila  dilihat sudah mulai berkurang terutama padaorang Papua yang berada di daerah-daerah perkotaan , sedangkan bagi mereka yangmasih berada di daerah pedesaan dan jauh dari jangkauan kesehatan moderen ,  hal tersebut masih nampak jelas dalamkehidupan mereka sehari-hari

Bagaimana persepsiorang Papua  tentang sehat dan sakit ,dapatlah diketahui bahwa orang Papua mempunyai persepsi bahwa sakit itukarena  melanggar pantangan secara adat ,adanya gangguan roh jahat , dewa , serta pengaruh lingkungan alam. Jadi sehat ,berarti harus menghindari semua pantangan , dan menjaga keseimbangan antaramanusia dengan alam serta bisa menjaga , jangan sampai tempat-tempat keramatatau tempat roh-roh   diganggu ataudilewati dengan sengaja. Konsep demikian sangatlah erat hubungannya denganpandangan dasar dari kebudayaan mereka masing-masing  dan erat terkait dengan unsur-unsur budaya , religi , organisasi sosial ,ekonomi , sistem pengetahuan , yang akhirnya mewujudkan perilaku mereka dalammasalah kesehatan.

D.2. INTERPRETASI  ORANG PAPUA TENTANG IBU  HAMIL , MELAHIRKAN ,NIFAS

Orang Papua mempunyaikonsepsi dasar berdasarkan pandangan kebudayaan mereka masing-masing terhadapberbagai penyakit  demikian  halnya pada kasus tentang  kehamilan ,persalinan , dan nifas berdasarkan persepsi kebudayaan mereka. Akibat adanya pandangan tersebut di atas ,maka orang Papua mempunyai  beberapabentuk pengobatan serta siapa yang manangani , dan dengan cara apadilakukan  pengobatan terhadap konsepsakit yang berkaitan dengan kehamilan , persalinan ,  perdarahan , pembengkakan kaki selama hamil ,berdasarkan pandangan kebudayaan mereka. Sebagai ilustrasi dapat disajikanbeberapa contoh kasus pada orang Papua ( Orang Hatam , Sough , Lereh , Walsa , MoiKalabra). Hal yang sama pula ada pada suku bangsa-suku bangsa  Papua lainnya , tetapi secara  detail belum dilakukan penelitian terhadapkasus ibu hamil , melahirkan ,  dan nifaspada orang Papua.

Interpretasi SosialBudaya Orang Hatam dan Sough tentang Ibu hamil , melahirkan , nifas ,  didasarkan pada pemahaman dan pengetahuankebudayaan mereka  secara turun temurun.Hal ini jelas didasarkan atas perilaku leluhur dan orang tua mereka sejakdahulu kala sampai sekarang. Bagi orang Hatam dan Sough , kehamilan adalah suatugejala alamiah dan bukan suatu penyakit. Untuk itu harus taat padapantangan-pantangan secara adat , dan bila dilanggar akan menderita  sakit. Bila ada gangguan pada kehamilanseorang ibu , biasanya  dukun perempuan (Ndaken)akan melakukan penyembuhan dengan membacakan mantera di air putih yang akandiminum oleh ibu tersebut. Tindakan lain yang biasanya dilakukan oleh Ndakentersebut juga berupa , mengurut perut ibu hamil yang sakit. Sedangkan bilaibu hamil mengalami pembengkakan pada kaki , berarti ibu tersebut telah melewati tempat-tempat keramat secara sengaja atau pula telah melanggarpantangan-pantangan yang diberlakukan selama ibu tersebut hamil. Biasanya akandiberikan pengobatan dengan memberikan air putih yang telah dibacakan manterauntuk diminum ibu tersebut. Juga dapat diberikan pengobatan dengan menggunakanramuan daun abrisa yang dipanaskan di api , lalu ditempelkan pada kakiyang bengkak sambil diurut-urut. Adajuga yang  menggunakan serutan kulit kayubai yang direbus lalu airnya diminum. Disini posisi seorang dukun perempuanatau Ndaken  sangatlah penting ,sedangkan dukun laki-laki tidak berperan secara langsung. Bagaimana  persepsi orang Hatam dan Sough tentangperdarahan selama kehamilan dan  setelahmelahirkan ? Hal itu berarti ibu hamil telah melanggar pantangan , suaminyatelah melanggar pantangan serta belum menyelesaikan masalah dengan orang lainatau kerabat secara adat. Bila perdarahan terjadi setelah melahirkan , ituberarti pembuangan darah kotor , dan bagi mereka adalah suatu hal yang biasa danbukan penyakit.  Bila terjadi perdarahan ,maka Ndaken akan memberikan air putih yang telah dibacakan matera untuk diminum oleh ibu tersebut.Selain itu akan diberikan ramuan  berupadaun-daun dan kulit kayu mpamkwendom yang direbus dan airnya diminumoleh ibu tersebut. Bila terjadi pertikaian dengan kerabat atau orang lain , makasuaminya secara adat harus meminta maaf. Di sini peranan dukun perempuan (ndaken)dan dukun laki-laki (Beijinaubout , Rengrehidodo) sangatlahpenting.Persalinan bagi orang Hatam dan Sough adalah suatu masa krisis.Persalinan biasanya di dalam  pondok (semuka)yang dibangun di belakang rumah. Darah bagi orang Hatam dan Sough bagi ibu yangmelahirkan adalah tidak baik untuk kaum laki-laki , karena bila terkena darahtersebut , maka akan mengalami kegagalan dalam aktivitas berburu. Oleh karenaitu , seorang ibu yang melahirkan  harusterpisah dari rumah induknya.  Posisipersalinan dalam bentuk jongkok , karena menurut orang  Hatam dan Sough  dengan posisi tersebut , maka bayi akan mudah keluar. Pemotongan tali pusar harusditunggu sampai ari-ari sudah keluar. Apabila dipotong   langsung , maka ari-ari tidak akan maukeluar.

Bagi orang Kaurehyang berada di kecamatan Lereh , juga mempunyai interpretasi tentang ibu hamil ,melahirkan dan nifas berdasarkan pemahaman kebudayaan mereka. Orang Kaurehmelihat kehamilan sebagai suatu masa krisis , dimana penuh resiko dan secaraalamiah harus dialami oleh seorang ibu , untuk itu  perlu taat terhadap pantangan-pantangan danaturan-aturan secara adat. Bila melanggar , ibu hamil akan memderita sakit danbisa meninggal. Biasanya bila seorang ibu hamil mengalami penderitaan (sakit) ,akan diberikan ramuan berupa  air putihyang telah dibacakan mantera untuk diminum. Yang  lebih banyak berperan adalah kepala klen atauajibar/pikandu.

Sedangkan bilaseorang ibu hamil mengalami pembengkakan pada kaki , itu berati ibu tersebuttelah melewati  tempat-tempat terlarangatau keramat. Di samping itu pula bisa terjadi karena buatan orang dengantenung/black magic , atau terkena suanggi. Pengobatannya dengan caramemberikan air putih yang telah dibacakan mantera untuk diminum , atau seorangdukun/kepala klen (ajibar/Pikandu) akan mengusirnya dengan membacakanmantera-mantera. Apabila seorang ibu hamil mengalami  perdarahan dan setelah melahirkan mengalamiperdarahan ,  itu bagi mereka adalah suatuhal yang biasa saja. Perdarahan berarti pembuangan darah kotor , dan bilaterjadi banyak perdarahan  berarti ibutersebut telah melanggar pantangan-pantangan secara adat dan suami belummenyelesaikan persoalan dengan kerabat atau orang lain. Untuk itu biasanya  ajibar/Pikandu memberikan ramuanberupa air putih yang telah dibacakan mantera yang diminum oleh ibu tersebut. Untuk masalah pertikaian maka suami harus meminta maaf secara adat padakerabat dan orang lain.  Sedangkanpersalinan bagi orang Kaureh adalah  suatu masa krisis , dan persalinan harus dilakukan di luar rumah dalampondok kecil di hutan karena darah sangat berbahaya bagi kaum laki-laki. Posisipersalinan dengan cara jongkok , karena akan mudah bayi keluar. Pemotongan talipusar biasanya setelah ari-ari keluar baru dilaksanakan , sebab bila dipotongsebelumnya maka ari-ari akan tinggal terus di dalam perut.

Bagaimana orang Walsayang berada di kecamatan Waris daerah perbatasan Indonesia dan Papua Niguni.Mereka juga mempunyai kepercayaan tentang kehamilan , persalinan dan nifas yangdidasarkan pada pemahaman kebudayaan mereka secara turun temurun. Bagi orang Walsa , kehamilan adalah  kondisi ibu dalam situasi  yang baru , dimana terjadi perubahan fisik ,dan ini bagi mereka bukan suatu kondisi penyakit. Sebagaimana dengan kelompoksuku bangsa yang lain , mereka juga percaya bahwa untuk dapat mewujudkan seorangibu hamil sehat , maka harus menjalankan berbagai pantangan-pantangan. Namundemikian kadangkala  bila ibu mengalamisakit bisa terjadi karena adanya gangguan dari luar seperti terkena roh jahat ,atau buatan orang lain yang tidak senang dengan keluarga tersebut. Untukmengatasi gangguan tersebut biasanya dukun (Putua/ Mundklok) akanmembantu dengan memberikan air putih yang telah dibacakan mantera untukdiminum , atau dengan memberikan ramuan daun-daun yang direbus lalu diminum ibuhamil tersebut.  Sedangkan bila terjadipembengkakan pada kaki , berarti ibu hamil telah melanggar pantangan , menginjaktempat-tempat keramat , terkena roh jahat , dan suami belum melunasi mas kawin.   Untuk mengatasi masalah tersebut , dukun akanmemberikan air putih yang dibacakan mantera untuk diminum , sedangkan untuk maskawin , maka suami harus lunasi dahulu kepada paman dari  istrinya. Sedangkan bila terjadi perdarahanselama  hamil dan  setelah bersalin , bagi orang Walsa itu halbiasa saja , karena  terjadi pembuangandarah kotor , atau ibu telah melanggar pantangan secara adat , suami belummelunasi mas kawin dan ibu terkena jampi-jampi. Untuk mengatasi masalahtersebut , biasanya dukun Putua/ Mundklok akan menyarankan untukmenyelesaikan mas kawin , dan juga diberikan ramuan daun-daun untukdiminum.  Bagi orang Walsa persalinanadalah suatu masa krisis , untuk itu tidak boleh melanggar pantangan adat.Dahulu melahirkan di pondok kecil (demutpul) yang dibangun di hutan ,karena darah bagi kaum laki-laki sangat berbahaya. Bila terkena darah  dari ibu hamil , berarti kaum laki-laki akan mengalami banyak kegagalan dalamusaha serta berburu.  Dalam prosespersalinan biasanya dibantu oleh dukun Putua/Mundklok , tetapi disampingitu ada bantuan juga dari dewa Fipao supaya berjalan dengan baik. Prosespersalinan dalam  kondisi jongkok , biarbayi dengan mudah dapat keluar , dan tali pusar dipotong setelah ari-ari keluar.

Orang Moi Kalabrayang berada di kecamatan Wanurian dan terletak di hulu sungai Beraur Sorong mempunyai persepsi juga terhadapkehamilan , persalinan dan nifas bagi ibu-ibu berdasarkan kepercayaan kebudayaanmereka secara turun   temurun. Kehamilanbagi mereka adalah si ibu mengalami situasi yang baru dan bukan penyakit. Untukitu ibu tersebut dan suaminya harus menjalankan berbagai pantangan-pantanganterhadap makanan dan kegiatan yang ditata secara adat. Mereka juga percaya bilaada gangguan terhadap kehamilan , itu berarti ibu dan suaminya telah melanggarpantangan , di samping itu pula ada gangguan dari roh jahat atau buatan orang(suanggi). Untuk mengatasi hal tersebut , dukun laki-laki (Woun) dandukun perempuan (Naredi Yan Segren) atau Biang akan membantu dengan airputih yang dibacakan mantera untuk diminum , atau dengan menggunakan jimattertentu mengusir roh jahat atau gangguan orang lain (suanggi). Pembengkakanpada kaki ibu hamil berarti melanggar pantangan , terekan roh jahat , disihirorang lain dan suami belum melunasi mas kawin , serta menginjak tempat-tempatkeramat.  Sedangkan apabila terjadiperdarahan pada waktu hamil dan setelah melahirkan itu adalah suatu hal biasa ,karena membuang darah kotor. Bila terjadi banyak perdarahan berati ibu tersebutmelanggar pantangan serta disihir oleh orang lain. Untuk itu maka akandiberikan ramuan daun-daun dan kulit kayu yang direbus lalu diminum. Kadang diberi daun jargkli , bowolaspada tempat yang sakit oleh dukun Woun atau  Naredi Yan Segren , Biang.  Adapun persalinan  merupana suatumasa  krisis untuk itu tidak bolehmelanggar pantangan adat. Biasanya proses persalinan dilakukan dalam pondokkecil yang dibangun di hutan , karena darah bagi kaum pria adalah berbahaya ,bisa mengakibatkan kegagalan dalam berburu. Posisi persalinaan biasanya dalam kondisi jongkok karena bayi akan mudahkeluar , dan tali pusar dipotong setelah ari-ari telah keluar. Untuk membantu persalinan biasanya dukun akanmemberikan ramuan daun-daun yang diminum dan pada bagian perut dioles dengan daunjargkli , gedi , jarak , kapas , daun sereh untuk menghilangkan rasa sakit danproses  kelahiran dapat berjalan cepat.Semua kegiatan persalinan dibantu oleh dukun perempuan (Naredi Yan Segren).  

E. POLA PENGOBATANTRADISIONAL ORANG PAPUA

Sebagaimanadikemukakan bahwa secara “etik” dan “emik” , dapat diketengahkan konsep sehatdan saklit , namun demikian secara konseptual dapatlah dikemukakan konseppengobatan secara “etik” dan “emik” berdasarkan pandangan para medis dan  masyarakat dengan  berlandaskan padakebudayaan mereka masing-masing.  Untukitu dapat dikemukakan pola pengobatan secara tradisional  orang Papua berdasarkan pemahaman kebudayaanmereka yang dikemukakan oleh Djekky R. Djoht (2001: 14-15).

Berdasarkan pemahaman kebudayaan orang Papua secaramendalam , dapatlah dianalisis bagaimana cara-cara melakukan pengobatan secaratradisional. Untuk itu telah diklasifikasikan pengobatann tradisional orangPapua kedalam enam (6) pola pengobatan , yaitu:
1.     PolaPengobatan Jimat. Pola pengobatan jimat dikenal oleh masyarakat di daerahkepala burung terutama masyarakat Meibrat dan Aifat. Prinsip pengobatan jimat ,menurut Elmberg , adalah orang menggunakan benda-benda kuat atau jimat untukmemberi perlindungan terhadap penyakit. Jimat adalah segala sesuatu yang telahdiberi kekuatan gaib , sering berupa tumbuh-tumbuhan yang berbau kuat danberwarna tua.
2.     PolaPengobatan Kesurupan. Pola kesurupan dikenal oleh suku bangsa di daerah sayapburung , yaitu daerah teluk Arguni. Prinsip pengobatan kesurupan menurut vanLonghem adalah seorang pengobat sering kemasukan roh/mahluk halus pada waktuberusaha mengobati orang sakit. Dominasi kekuatan gaib dalam pengobatan inisangat  kentara seperti pada pengobatanjimat.
3.     PolaPengobatan Penghisapan Darah. Pola penghisapan darah dikenal oleh suku bangsayang tinggal disepanjang sungai Tor di daerah Sarmi , Marind-anim , Kimaam ,Asmat.  Prinsip dari pola pengobatan inimenurut Oosterwal , adalah bahwa penyakit itu terjadi karena darah kotor , makadengan menghisap darah kotor itu , penyakit dapat disembuhkan. Cara pengobatanpenghisapan darah ini dengan membuat insisi dengan pisau , pecahan beling ,taring babi pada bagian tubuh yang sakit. Cara lain  dengan meletakkan daun oroh dan kapur padabagian tubuh yang sakit. Dengan lidah dan bibir daun tersebut digosok-gosoksampai timbul cairan merah yang dianggap perdarahan. Pengobatan dengan cara inikhusus pada wanita saja. Prinsip ini sama persis pada masyarakat Jawa sepertikerok.
4.     PolaPengobatan Injak. Pola injak dikenal oleh suku bangsa yang tinggal disepanjangsungai Tor di daerah Sarmi. Prinsip dari pengobatan ini menurut Oosterwaladalah bahwa penyakit itu terjadi karena tubuh kemasukan roh , maka denganmenginjak-injak tubuh si sakit dimulai pada kedua tungkai , dilanjutkan ketubuhsampai akhirnya ke kepala , maka injakan tersebut akan mengeluarkan roh jahatdari dalam tubuh.
5.     PolaPengobatan Pengurutan. Pola pengurutan dikenal oleh suku bangsa yang tinggal didaerah selatan Merauke yaitu suku bangsa Asmat , dan selatan kabupaten Jayapurayaitu suku bangsa Towe.  Prinsip daripola pengobatan ini menurut van Amelsvoort adalah bahwa penyakit itu terjadikarena tubuh kemasukan roh , maka dengan mengurut seluruh tubuh si sakit ,maka  akan keluar roh jahat dari dalamtubuhnya. Orang Asmat menggunakan lendir dari hidung sebagai minyak untukpengurutan. Sedangkan pada suku bangsa Towe penyebab penyakit adalah faktorempirik dan magis. Dengan menggunakan daun-daun yang sudah dipilih , umunyabaunya menyengat , dipanaskan kemudian diurutkan pada tubuh si sakit.
6.     PolaPengobatan Ukup. Pola ukup dikenal oleh suku bangsa yang tinggal diselatan  kabupaten Jayapura berbatasandengan kabupaten Jayawijaya yaitu suku bangsa Towe , Ubrup. Prinsip daripengobatan ini adalah bahwa penyakit terjadi karena tubuh kemasukan roh , hilangkeseimbangan tubuh dan jiwa , maka dengan mandi uap dari hasil ramuan daun-daunyang dipanaskan dapat mengeluarkan roh jahat dan penyebab empirik penyakit.

Apabila dikaji lebihlanjut tentang konsep sehat dan sakit menurut perspektif  kebudayaan orang Papua , maka paling sedikitada dua kategori yang sama seperti apa yang dikemukakan oleh Anderson/Foster ,berdasarkan lingkup hidup manusianya. Kategori pertama , memandang konsepsehat-sakit bersifat “supranatural” artinya melihat sehat-sakit karenaadanya gangguan dari suatu kekuatan yang bersifat gaib , bisa berupa mahluk gaib atau mahluk halus , atau kekuatangaib yang berasal dari manusia. Sedangkan kategori kedua , adalah “rasionalistik”yaitu melihat  sehat-sakit karena adanyaintervensi dari alam , iklim , air , tanah , dan lainnya serta perilaku manusia itusendiri seperti hubungan sosial yang kurang baik , kondisi kejiwaan , dan lainnyayang berhubungan dengan perilaku manusia.

Klasifikasi ini biladikaitkan dengan sistem pengetahuan kesehatan pada orang Papua nampaknya  masih banyak berhubungan dengan kategorisupranatural , terutama pada orang Papua yang masih berada di daerah pedesaandan pedalaman . Sedangkan untuk orang Papua yang berada di daerah perkotaankebanyakan sudah memadukan kategori rasionalistik dalam menanggulangi masalahkesehatan mereka , walaupun masih  adasebagian kecil yang mamadukan kategori pertama dengan kategori kedua. Biladikaji secara mendalam bahwa konsep kebudayaan dalam menanggapi  masalah kesehatan secara emik , masihdilaksanakan secara baik. Ini berarti orang Papua dengan keaneka ragamankebudayaannya , mempunyai konsepsi kesehatan bervariasi berdasarakan pengelompokkan variasi lingkungan kebudayaannya secara berbeda antara satu suku bangsadengan suku bangsa lainnya di Papua.

F. PENUTUP

Orang Papua yangterdiri dari keaneka ragaman kebudayaan memiliki pengetahuan tentang mengatasi berbagai masalah kesehatan yangsecara turun temurun diwariskan dari generasi ke genarasi berikutnya. Nampaknya pengetahuan tentang mengatasi masalahkesehatan pada orang Papua yang  beradadi daerah pedesaan lebih cenderung menggunakan pendekatan tradisional karenafaktor-faktor kebiasaan , lebih percaya pada kebiasaan leluhur mereka , dekatdengan praktisi langsung seperti dukun , lebih dekat dengan kerabat yangberpengalaman mengatasi masalah kesehatan secara tradisional , mudah dijangkau ,dan pengetahuan penduduk yang masih berorientasi tradisional.

Sebagian besar  orang Papua di daerah pedesaan lebihmenekankan gejala penyakit disebabkan oleh faktor supernatural atau adanyaintervensi dari kekuatan gaib , roh jahat , suanggi , yang semuanya dapat diatasikembali dengan sistem pengobatan secara tradisional pula.  Namundemikian  bagi orang Papua yang berada didaerah perkotaan sudah dapat mengkombinasikan pengetahuan moderen dalammenangani masalah kesehatan mereka.

Saya berpendapatbahwa untuk dapat dengan mudah menyelesaikan permasalahan penanganan kesehatanpada orang Papua di daerah pedesaan , perlu secara mendalam memahami konsepserta interpretasi mereka  terhadapsehat , sakit , dan berbagai pengobatan secara tradisional  yang terwujud melalui kebudayaan merekadengan baik. Dengan demikian langkah-langkah pendekatan dalam aplikasi pembangunankesehatan moderen dapat terealisasi dengan baik.  Untuk dapat mewujudkan hal tersebut perludiinfentarisasikan secara baik lagi  sukubangsa  suku bangsa  Papua lainnya yang secara  lengkap belum ada literatur tentang masalahkesehatannya , sehingga dalam menyusun program kesehatan dapat  dicarikan solusiyang terbaik.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Djoht , Djekky R.“Kebudayaan , Penyakit dan Kesehatan di Papua dalam Perspektif AntropologiKesehatan” dalam Buletin Populasi Papua , Vol. II. No.4 November 2001. Jayapura.PSK-UNCEN

Dumatubun , A.E.(1999). Rapid Ethnographic Assesment: Pengembangan KIE Dalam RangkaPenurunan Angka Kematian Ibi di Kecamatan Prafi dan Kecamatan Bintuni ,Kabupaten Manokwari. Jayapura. UNICEF-PMD.

----------------- ,1999) Rapid Ethnographic Assesment: Pengembangan KIE Dalam Rangka PenurunanAngka Kematian Ibi di Kecamatan Beraur , Salawati dan Kecamatan  Samate , Kabupaten Sorong. Jayapura.UNICEF-PMD.

----------------- ,1999) Rapid Ethnographic Assesment: Pengembangan KIE Dalam Rangka PenurunanAngka Kematian Ibi di Kecamatan Kaureh dan Kecamatan  Waris , Kabupaten Jayapura. Jayapura.UNICEF-PMD.

Foster , Anderson (1986). AntropologiKesehatan. Jakarta.Grafiti

Glik , L.B. (1967). Medicineas an Ethnographic Category: The Gimi of New Guinea Highlands. EtnologyBuletine.

Joordaan , Roy E.(1985). Folk Medicine In Madura. Dissertation , Faculty of SocialScience , University of Leiden.

Kalangie , Nico S.(1994).  Kebudayaan dan Kesehatan:Pengembangan Pelayanan Kesehatan Primer melalui Pendekatan Sosiobudaya. Jakarta. PT. KesaintBlanc Indah Corp.

Keesing , Roger M.(1992) Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer. Jilid 1 , 2.  Jakarta ,Erlangga Penerbit.

Koentjaraningrat ,(1994) Irian Jaya: Membangun Masyarakat Majemuk. Jakarta. Jambatan.

Morin , Jack (1998). ProfilMasyarakat Towe. Jayapura. Yayasan Kesehatan Bethesda.

Muzaham , Fauzi.(1995) Sosiologi Kesehatan. Jakarta.UI Press.

Sarwono , R. (1992). PersonalisticsBelief In Health: A Case of West Java , Leiden. Workshop onHealth Care in Java.

Sarwono , S. (1993). SosiologiKesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta. Gajah MadaPress.

Slamet-Velsink ,(1992). Sense And Nonsense of Traditional Healers. Leiden , Workshop on Health Care in Java.

Sudarti , dkk. (1985).Persepsi Masyarakat Tentang Sehat-Sakit dan Posyandu. Depok. PusatPenelitian Kesehatan Universitas Indonesia.

Wambrau , D. (1994).Konsep Sehat , Persepsi Sakit dan Cara Pengobatan pada Suku Moi di KecamatanSentani , Jayapura. PSK-UNCEN.

--------------- , (1996).Mati Karena Dibunuh Suanggi: Suatu Konsep Sakit dan Persepsi PenyakitMasyarakat Pulau Nunmfor , Jayapura. PSK-UNCEN.

World HealthOrganization (WHO). (1981). Development of Indicator for Monitoring Progress Towards Health for All by The Year2000 , Geneva ,WHO.

Belum ada Komentar untuk "MAKALAH KEBUDAYAAN| KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI KESEHATAN | TEORI PENDIDIKAN"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel