CONTOH MAKALAH PROFESI PENDIDIKAN | TEORI PENDIDIKAN
BAB I
LATAR BELAKANGMASALAH
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untukmenyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnyasekarang dan yang akan datang , dan pendidikan nasional Indonesia adalahpendidikan yang berakar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia.
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dankekhususan tujuannya dan program yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiriatas pendidikan umum , Pendidikan keturunan dan pendidikan lainnya. Serta upayapembaharuannya meliputi landasan yuridis , Kurikulum dan perangkat penunjangnya ,struktur pendidikan dan tenaga kependidikan
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dankekhususan tujuannya dan program yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiriatas pendidikan umum , Pendidikan keturunan dan pendidikan lainnya. Serta upayapembaharuannya meliputi landasan yuridis , Kurikulum dan perangkat penunjangnya ,struktur pendidikan dan tenaga kependidikan
Berangkat dari definisi di atas maka dapatdifahami bahwa secara formal sistem pendidikan indonesia diarahkan padatercapainya cita-cita pendidikan yang ideal dalam rangka mewujudkan peradabanbangsa Indonesia yang bermartabat. Namun demikian , sesungguhnya sistempendidikan indonesia saat ini tengah berjalan di atas rel kehidupan‘sekulerisme’ yaitu suatu pandangan hidup yang memisahkan peranan agama dalampengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh , termasuk dalampenyelenggaran sistem pendidikan. Meskipun , pemerintah dalam hal ini berupayamengaburkan realitas (sekulerisme pendidikan) yang ada sebagaimana terungkapdalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan ,“Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwakepada Tuhan Yang Maha Esa , berakhlak dan berbudi mulia , sehat , berilmu , cakap ,serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadapkesejahteraan masyarakat dan tanah air.”
Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional berjalan dengan penuh dinamika.Hal ini setidaknya dipengaruhi oleh dua hal utama yaitu political will dandinamika sosial. Political will sebagai suatu produk dari eksekutif danlegislatif merupakan berbagai regulasi yang terkait dengan penyelenggaraanpendidikan diantaranya tertuang dalam Pasal 20 , Pasal 21 , Pasal 28 C ayat(1) , Pasal 31 , dan Pasal 32 UUD 1945 , maupun dalam regulasi derivatnyaseperti UU No.2/1989 tentang Sisdiknas yang diamandemen menjadi UUNo.20/2003 , UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen , PP No.19/2005 tentang StandarNasional Pendidikan , serta berbagai rancangan UU dan PP yang kini tengahdi persiapkan oleh pemerintah (RUU BHP , RPP Guru , RPP Dosen , RPP Wajib belajar ,RPP Pendidikan Dasar dan Menengah , dsb
Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia , Abdul Malik Fadjar(Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan diIndonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Ia mengingatkan , pendidikansangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik , termasuk persoalan stabilitasdan keamanan , sebab pelaksanaan pendidikan membutuhkan rasa aman. Menanggapihasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yangmenyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia ,yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat diHongkong itu , Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik , disusulSingapura , Jepang dan Taiwan , India , Cina , serta Malaysia. Indonesia mendudukiurutan ke-12 , setingkat di bawah Vietnam (Kompas ,5/9/2001).
Kondisi ini menunjukan adanya hubungan yang berarti antara penyelenggaraanpendidikan dengan kualitas pembangunan sumber daya manusia indonesia yangdihasilkan selama ini , meskipun masih ada faktor-faktor lain yang jugamempengaruhinya.
BAB II
PERMASALAHAN
Dalam memetakan masalah pendidikan maka perlu diperhatikan realitaspendidikan itu sendiri yaitu pendidikan sebagai sebuah subsistem yang sekaligusjuga merupakan suatu sistem yang kompleks. Gambaran pendidikan sebagai sebuahsubsistem adalah kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspekkehidupan yang berjalan dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek eksternal yangsaling terkait satu sama lain. Aspek politik , ekonomi , sosial-budaya ,pertahanan-keamanan , bahkan ideologi sangat erat pengaruhnya terhadapkeberlangsungan penyelenggaraan pendidikan , begitupun sebaliknya. Sedangkanpendidikan sebagai suatu sistem yang kompleks menunjukan bahwa pendidikan didalamnya terdiri dari berbagai perangkat yang saling mempengaruhi secarainternal , sehingga dalam rangkaian input-proses-output pendidikan , berbagaiperangkat yang mempengaruhinya tersebut perlu mendapatkan jaminan kualitas yanglayak oleh berbagai stakeholder yang terkait.
2.1 Permasalahan Pendidikan Sebagai SuatuSub-Sistem
Sebagai salah satu sub-sistem di dalam sistem negara/ pemerintahan , makaketerkaitan pendidikan dengan sub-sistem lainnya diantaranya ditunjukan sebagaiberikut:
Pertama , berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis ditengah-tengah kehidupan telah membentuk paradigma pemerintah terhadappenyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk pelayanan negara kepada rakyatnyayang harus disertai dengan adanya sejumlah pengorbanan ekonomis (biaya) olehrakyat kepada negara. Pendidikan dijadikan sebagai jasa komoditas , yang dapatdiakses oleh masyarakat (para pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah besarsaja.
Hal ini dapat dilihat dalam UU Sisdiknas No.20/2003 Pasal 53 tentangBadan Hukum Pendidikan bahwa (1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikanformal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukumpendidikan. (2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik. (3) Badan hukumpendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapatmengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan. Sedangkandalam pasal 54 disebutkan pula (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikanmeliputi peran serta perseorangan , kelompok , keluarga , organisasi profesi ,pengusaha , dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalianmutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber ,pelaksana , dan pengguna hasil pendidikan.
Berdasarkan pasal-pasal di atas , terlihat bahwa tanggung jawabpenyelenggaraan pendidikan nasional saat ini akan dialihkan dari negara kepadamasyarakat dengan mekanisme BHP (lihat RUU BHP dan PP tentang SNPNo.19/2005) yaitu adanya mekasnisme Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) padatingkat SD-SMA dan Otonomi Pendidikan pada tingkat Perguruan Tinggi. Sepertihalnya perusahaan , sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalamoperasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ) ,Yanti Mukhtar (Republika , 10/5/2005) menilaibahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasikomersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraanpendidikan ke pasar. Dengan begitu , nantinya sekolah memiliki otonomi untukmenentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akanmematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu.Akibatnya , akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikanberkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkanstatus sosial , antara yang kaya dan miskin.
Kenyataan yang menunjukan bahwa penyelenggaraan pendidikan di Indonesiamerupakan jasa komoditas adalah data dari Balitbang Depdiknas 2003 yangmenyebutkan bahwa porsi biaya pendidikan yang ditanggung orang tua/siswaberkisar antara 63 ,35%-87 ,75% dari biaya pendidikan total. Sedangkan menurutriset Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2006 di 10 Kabupaten/Kotase-Indonesia ternyata orang tua/siswa pada level SD masih menanggung bebanbiaya pendidikan Rp 1 ,5 Juta , yang terdiri atas biaya langsung dan taklangsung. Selain itu , beban biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah danmasyarakat (selain orang tua/ siswa) hanya berkisar antara 12 ,22%-36 ,65% daribiaya pendidikan total (Koran Tempo , 07/03/2007). Menurut laporan dari bankdunia tahun 2004 , Indonesia hanya menyediakan 62 ,8% dari keperluan danapenyelenggaraan pendidikan nasionalnya padahal pada saat yang sama pemerintahIndia telah dapat menanggung pembiayaan pendidikan 89%. Bahkan jikadibandingkan dengan negara yang lebih terbelakang seperti Srilanka , persentaseanggaran yang disediakan oleh pemerintah Indonesia masih merupakan yangterendah. (www.worldbank.com)
Kedua , berlangsungnya kehidupan sosial yangberlandasakan sekulerisme telah menyuburkan paradigma hedonisme (hura-hura) ,permisivisme (serba boleh) , materialistik (money oriented) , dan lainnya didalam kehidupan masyarakat. Motif untuk menyelenggarakan dan mengenyampendidikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat saat ini lebih kepada tujuanuntuk mendapatkan hasil-hasil materi ataupun keterampilan hidup belaka (yangtidak dikaitkan dengan tujuan membentuk kepribadian (shaksiyah) yang utuhberdasarkan pandangan syari’at islam). Hal ini dapat dilihat dalam UU SisdiknasNo.20/2003 pasal 3 yang menunjukan paradigma pendidikan nasional , dalam bab VImenjelaskan tentang jalur , jenjang , dan jenis pendidikan yang membedakan antarapendidikan umum , kejuruan , akademik , profesi , vokasi , keagamaan , dan khusus.Selain itu dapat pula dilihat dalam regulasi derivatnya seperti PP tentang SNPNo.19/2005 , RUU Wajib Belajar dan RUU BHP.
Dalam paradigma materialistikpun indikator keberhasilan belajar siswasetelah menempuh proses pendidikan dari suatu jenjang pendidikan saat iniadalah dengan perlakuan yang sama secara nasional pemerintah mengukurnyaberdasarkan perolehan angka Ujian Nasional (UN) yang dahulu disebut sebagaiEvaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) , indikator itupun hanya padatiga mata pelajaran saja (Matematika/Ekonomi , Bahasa Indonesia , Bahasa Inggris)yang ketiganya tersebut berbasis pada aspek kognitif (pengetahuan). Pemerintah(Mendiknas) menilai bahwa UN sangat tepat untuk dijadikan sebagai alat ukurstandar pendidikan , dan hasil UN sangat riil untuk dijadikan alat meningkatkanmutu pendidikan (Senin 12/2/07. www.indonesia.go.id). Di sisi lain ,aspek pembentukan kepribadian (shaksiyah) yang utuh dalam diri siswa , tidakpernah menjadi indikator keberhasilan siswa dalam menempuh suatu prosespendidikan , sekalipun dalam sekolah yang berbasis agama (lihat standarkompetensi dan kelulusan siswa dalam PP No.19/2005).
Fenomena pergaulan bebas di kalangan remaja (pelajar) yang di antaraakibatnya menjerumuskan para pelajar pada seks bebas , terlibat narkotika ,perilaku sarkasme/kekerasan (tawuran , perpeloncoan) , dan berbagai tindakankriminal lainnya (pencurian , pemerkosaan , pembunuhan) yang sering kita dapatkanberitanya dalam tayangan berita kriminal di media massa (TV dan korankhususnya) , merupakan sebuah keadaan yang menunjukan tidak relevannya sistempendidikan yang selama ini diselenggarakan dengan upaya membentuk manusiaindonesia yang berkepribadian dan berakhlak mulia sebagaimana dicita-citakandalam tujuan pendidikan nasional sendiri (Psl.2 UU No.20/2003) , karena realitasjustru memperlihatkan kontradiksinya. Siswa sebagai bagian dari masyarakatmendapatkan pendidikan di sekolah dalam rangka mempersiapkan mereka agar dapatlebih baik ketika menjalani kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Namun karenakehidupan di tengah-tengah masyarakat secara umum berlangsung dengan sekuler ,ditambah lagi dengan proses pendidikan dalam satuan pendidikan dalam kerangkasekulerisme juga , maka siklus ini akan semakin mengokohkan kehidupansekulerisme yang makin meluas.
Ketiga , berlangsungnya kehidupan politik yangoportunistik telah membentuk karakter politikus machiavelis (melakukan segalacara demi mendapatkan keuntungan) di kalangan eksekutif dan legislatif termasukdalam perumusan kebijakan pendidikan indonesia. Perumusan RancanganUndang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) yang sudah berlangsung sejak2004 dinilai oleh pengamat ekonomi Tim Indonesia Bangkit (TIB) RevrisondBashwir sebagai agenda kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama olehnegara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang BadanHukum Pendidikan (RUU BHP) , Pemerintah berencana memprivatisasi sektorpendidikan. Semua satuan pendidikan (sekolah) kelak akan menjadi badan hukumpendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlakuuntuk seluruh sekolah negeri , dari SD hingga perguruan tinggi.
Selain itu dalam beberapa kebijakan operasional sisdiknas yang dikeluarkanpemerintah ternyata kadangkala didukung pula oleh dana yang jumlahnya tidaksedikit , meskipun dalam implementasinya banyak masyarakat yang menilai seringterjadi salah sasaran bahkan penyimpangan. Sebagai contoh kebijakan Mendiknas ,Bambang Sudibyo yang tetap melaksanakan UN pada tahun ajaran 2005/2006 ternyataberkaitan dengan dana yang tersedia untuk program tersebut sangat besar ,padahal berbagai aliansi masyarakat telah mengajukan penolakan. Diantaranya ,Koalisi Pendidikan yang terdiri dari Lembaga Advokasi Pendidikan (LAP) ,National Education Watch (NEW) , Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) , TheCenter for the Betterment Indonesia (CBE) , Kelompok Kajian Studi Kultural(KKSK) , Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) , Forum Guru Honorer Indonesia(FGHI) , Forum Aksi Guru Bandung (FAGI-Bandung) , For-Kom Guru Kota Tanggerang(FKGKT) , Lembaga Bantuan Hukum (LBH-Jakarta) , Jakarta Teachers and EducationClub (JTEC) , dan Indonesia Corruption Watch (ICW) , berdasarkan kajian terhadapUU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Kepmendiknas No.153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional , Koalisi Pendidikan menemukan beberapakesenjangan (www.tokohindonesia.com).
Demikianlah uraian problematika pendidikan nasional yang ditinjau dari eksistensinyasebagai suatu sub-sistem (sistem cabang) ternyata erat kaitannya denganpengaruh dari sub-sistem yang lain (ekonomi , politik , sosial-budaya , ideologi ,dsb). Sistem pendidikan nasional juga merupakan bagian dari penyelenggaraansistem kehidupan di Indonesia saat ini.
Permasalahan Pendidikan Sebagai Sebuah SistemKompleks
Dalamkaitan pendidikan sebagai suatu sistem , maka permasalahan pendidikan yang saatini tengah berkembang diantaranya tergambar dengan pemetaan sebagai berikut:
Sumber :Disdik Provinsi Jawa Barat (Makalah Seminar Pendidikan Nasional-UPI Expo 2006)
Oleh karena itu , berdasarkan pemetaan di atas maka masalah pendidikan nasionaldapat diuraikan sebagai berikut:
Oleh karena itu , berdasarkan pemetaan di atas maka masalah pendidikan nasionaldapat diuraikan sebagai berikut:
2.2.2. KerusakanSarana/ Prasarana Ruang Kelas
Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor utama yangmempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Dengan adanya kerusakansarana dan prasarana ruang kelas dalam jumlah yang banyak , maka bagaimanamungkin proses pendidikan dapat berlangsung secara efektif?
Sebagai contoh , problematika yang terjadi di Jawa Barat. Berdasarkan usulanyang disampaikan Kabupaten/Kota se-Jawa Barat Jumlah sarana/ prasarana sekolahyang mengalami kerusakan dan segera memerlukan rehabilitasi yaitu , kebutuhanrehabilitasi SD sebanyak 42.492 ruang kelas , MI sebanyak 6.523 ruang kelas , SMPsebanyak 6.767 ruang kelas , dan MTs sebanyak 2.729 ruang kelas.
Menurut Kadisdik Jabar Dr. H. Dadang Dally , M.Si (PR ,15/07/2005) ,berdasarkan catatan beban Provinsi Jabar untuk setiap tahun kebutuhan biayamenambah dan merehabilitasi bangunan SD/MI saja butuh dana sebesar Rp 251miliar , terdiri dari penambahan ruang kelas sebanyak 792 ruang senilai Rp 31 ,6miliar , rehab total ruang kelas sebanyak 4.317 ruang senilai Rp 129 ,5 miliardan rehabilitasi sedang ruang kelas sebanyak 6.045 sebesar Rp 90 ,6 miliar.Kemudian kebutuhan biaya untuk mencegah dan menanggulangi DO pada tingkat SD/MIsebesar Rp 149 ,8 miliar. Dengan demikian untuk biaya pembangunan danrehabilitasi ditambah penanggulangan drop out SD/MI saja setiap tahunnyamencapai Rp 410 miliar. Sedangkan kemampuan anggaran pemerintah untukpembangunan pendidikan di Jabar hanya mampu untuk mengantisipasi kedua haltersebut. Adapun kemampuan daerah-daerah untuk pembangunan bidang pendidikansetiap tahunnya hanya antara Rp 5 miliar sampai Rp 25 miliar , anggaran tersebuthanya akan menjangkau kebutuhan minimal.
Klaim bahwa pemerintah daerah di lingkungan jawa barat memiliki kemampuanyang terbatas dalam menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diungkapkan diatas , tentu merupakan koreksi bagi pemerintah itu sendiri , yaitu mengapa selamaini alokasi untuk program yang lain alokasinya cukup besar , tetapi untukprogram pendidikan jauh lebih kecil. Sebagaimana misalnya dalam APBD KotaBandung 2007 alokasi anggaran untuk sebuah tim sepakbola Persib Bandung yanglebih bersifat hobi dan penghamburan ketimbang suatu program pembangunanbesarannya ternyata mencapai Rp 15 Milyar , bahkan jumlah tersebut masihdianggap kurang.
2.2.3. Kekurangan Jumlah Tenaga Guru
Guru sebagai pilar penunjang terselenggarannya suatu sistem pendidikan ,merupakan salah satu komponen strategis yang juga perlu mendapatkan perhatianoleh negara. Misalnya dalam hal penempatan guru , bahwa hingga sekarang inijumlah guru dirasakan oleh masyarakat maupun pemerintah sendiri masih sangatkurang.
sebagai contoh dalam lingkup Jawa Barat saja menurut Drs. H. Iim Wasliman ,M.Pd. , M.Si. (Kadisdik Jabar tahun 2002) bahwa kondisi minimnya jumlah gurudibandingkan kebutuhan yang ada sudah sering dilontarkan. Bukan hanya ditingkat daerah , tapi juga telah menjadi persoalan nasional. Di Jawa Baratsendiri , masih dibutuhkan sekira 64 ribu guru guna mengisi kekurangan disekolah-sekolah. Dengan perincian , 40 ribu guru untuk sekolah dasar (SD) , 18ribu untuk sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) , 6 ribu untuk sekolahmenengah umum (SMU) , dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Kurangnya jumlah guruini jelas merupakan persoalan serius karena guru adalah ujung tombakpendidikan. Kekurangan tersebut membuat beban guru semakin bertumpuk sehinggasangat berpotensi mengakibatkan menurunnya kualitas pendidikan.
sebagai contoh dalam lingkup Jawa Barat saja menurut Drs. H. Iim Wasliman ,M.Pd. , M.Si. (Kadisdik Jabar tahun 2002) bahwa kondisi minimnya jumlah gurudibandingkan kebutuhan yang ada sudah sering dilontarkan. Bukan hanya ditingkat daerah , tapi juga telah menjadi persoalan nasional. Di Jawa Baratsendiri , masih dibutuhkan sekira 64 ribu guru guna mengisi kekurangan disekolah-sekolah. Dengan perincian , 40 ribu guru untuk sekolah dasar (SD) , 18ribu untuk sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) , 6 ribu untuk sekolahmenengah umum (SMU) , dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Kurangnya jumlah guruini jelas merupakan persoalan serius karena guru adalah ujung tombakpendidikan. Kekurangan tersebut membuat beban guru semakin bertumpuk sehinggasangat berpotensi mengakibatkan menurunnya kualitas pendidikan.
Sementara itu Dany Setiawan mengungkapkan bahwa saat ini terdapat masalahkekurangan guru sebanyak 88.500 lebih terutama untuk jenjang pendidikan dasardi Jabar , sementara di sisi lain sebanyak 48.000 guru bantu tengah menantipengangkatan , dimana persoalan pengangkatan guru menjadi pegawai negeri sipil(PNS) merupakan wewenang pusat. Untuk sementara , melalui APBD pemprov jabartelah menganggarkan tenaga guru bantu sementara yang diberikan tunjangansebesar Rp 1 juta per orang. Namun , jumlahnya yang hanya kurang lebih 1.500tentu saja masih belum bisa menutupi kekurangan yang mencapai 80 ribu lebih.
2.3Pengelolaan dan Efisiensi
Masalah pengelolaan dan efisiensi pendidikan diantaranya dikelompokanberdasarkan tiga hal yaitu:
3. Jumlah dan Kualitas Buku YangBelum Memadai
Ketersediaanbuku yang berkualitas merupakan salah satu prasarana pendidikan yang sangatpenting dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan proses pendidikan. Sebagaimanadalam PP No 19/2005 tentang SNP dalam pasal 42 tentang Standar Sarana danPrasarana disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yangmeliputi perabot , peralatan pendidikan , media pendidikan , buku dan sumber belajarlainnya , bahan habis pakai , serta perlengkapan lain yang diperlukan untukmenunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan (ayat 1).
Secarateknis , pengadaan buku pelajaran di sekolah tidak lagi boleh dilakukan olehsekolah dengan menjual buku-buku kepada siswa secara bebas , melainkan harussesuai dengan buku sumber yag direkomendasikan oleh pemerintah. Dalam tahun2007 ini , pemerintah melalui Ketua Satker Program Kompensasi PenguranganSubsidi (PKPS) Dana BOS buku 2007 akan dicairkan karena dana BOS buku tahun2006 sudah terserap semuanya. Meski dalam pelaporan serapan dana BOS buku 2006belum masuk semua ke Satker PKPS BBM tingkat kabupaten/kota. Unit cost untuksetiap siswa dari BOS buku ini Rp 22.000 yang diperuntukkan untuk membeli satubuah jenis buku. Jadi kalau dijumlahkan dana BOS buku , baik untuk siswa tingkatSD maupun SMP sekitar Rp 131 ,088 miliar lebih. Selain itu , buku yang dibelijuga harus sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah melaluiPeraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 11 Tahun 2005. Jumlahpenerbit yang telah mendapatkan sertifikat dan sesuai menurut Permendiknas No.11 Tahun 2005 sebanyak 98 penerbit dan ratusan judul buku. Ke-98 penerbittersebut jika dirinci , untuk penerbit buku matematika sebanyak 31 penerbit ,bahasa Indonesia sebanyak 45 penerbit , dan bahasa Inggris sebanyak 22 penerbit(www. Klik-galamedia.com ,08 Februari 2007).
2.3.4. Penyelenggaraan OtonomiPendidikan
Pemerintahtelah menetapkan kebijakan otonomi pendidikan , sebagaimana mengacu pada UUNo.20/2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 53 tentang Badan Hukum Pendidikan yangmenyebutkan: (1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikanoleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. (2) Badanhukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi memberikanpelayanan pendidikan kepada peserta didik. (3) Badan hukum pendidikansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola danasecara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan. (4) Ketentuan tentang badanhukum pendidikan diatur dengan Undang-undang tersendiri.
Berdasarkanpasal di atas maka penyelenggaraan pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawabnegara melainkan diserahkan kepada lembaga pendidikan itu sendiri. Dalampenjelasan pasal 3 ayat 2 RUU Badan Hukum Pendidikan disebutkan bahwaKemandirian dalam penyelengaraan pendidikan merupakan kondisi yang ingindicapai melalui pendirian BHP , dengan menerapkan manajemen berbasissekolah/madrasah pada pendidikan dasar dan menengah , serta otonomi padapendidikan tinggi. Hanya dengan kemandirian , pendidikan dapatmenumbuhkembangkan kreativitas , inovasi , mutu , fleksibilitas , dan mobilitasnya.
2.3.5 Keterbatasan Anggaran
Ketersediaan anggaran yang memadai dalam penyelenggaranpendidikan sangat mempengaruhi keberlangsungan penyelenggaraan tersebut.Ketentuan anggaran pendidikan tertuang dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknasdalam pasal 49 tentang Pengalokasian Dana Pendidikan yang menyatakan bahwa Danapendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikanminimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektorpendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)(ayat 1).
Permasalahan lainnya yang juga pentinguntuk diperhatikan adalah alasan pemerintah untuk berupaya merealisasikananggaran pendidikan 20% secara bertahap karena pemerintah tidak memilikikemampuan untuk mengalokasikan 20% secara sekaligus dari APBN/APBD. Padahalkekayaan sumber daya alam baik yang berupa hayati , sumber energi , maupun barangtambang jumlahnya melimpah sangat besar. Tetapi karena selama ini penanganannyasecara kapitalistik maka return dari kekayaan tersebut malah dirampas Oleh paraahli pemilik modal.
Mutu SDM PengelolaPendidikan
Sumberdaya pengelola pendidikan bukan hanya seorang guru atau kepala sekolah ,melainkan semua sumber daya yang secara langsung terlibat dalam pengelolaansuatu satuan pendidikan. Rendahnya mutu dari SDM pengelola pendidikan secarapraktis tentu dapat menghambat keberlangsungan proses pendidikan yangberkualitas , sehingga adaptasi dam sinkronisasi terhadap berbagai programpeningkatan kualitas pendidikan juga akan berjalan lamban.
Dengan memahami kerangka dasar penyelenggaraan pendidikan nasional yangberlandaskan sekulerisme , maka standar pengelolaan pendidikan secaranasionalpun akan sejalan dengan sekulerisme tersebut , semisal adanya mekanismeMBS dan Otonomi PT sebagaimana disebutkan di atas yang merupakan implementasidari otonomi pendidikan.
2.4.3 Belum OptimalnyaKemitraan Dengan Dunia Usaha/ Dunia Industri
Berkaitan dengan peranan masyarakat dalam pendidikan dalam UU No.20/2005Sisdiknas pasal 54 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan menyebutkan: (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran sertaperseorangan , kelompok , keluarga , organisasi profesi , pengusaha , dan organisasikemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayananpendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber , pelaksana , danpengguna hasil pendidikan. (3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakatsebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut denganPeraturan Pemerintah.
Berkaitan dengan peranan masyarakat dalam pendidikan dalam UU No.20/2005Sisdiknas pasal 54 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan menyebutkan: (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran sertaperseorangan , kelompok , keluarga , organisasi profesi , pengusaha , dan organisasikemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayananpendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber , pelaksana , danpengguna hasil pendidikan. (3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakatsebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut denganPeraturan Pemerintah.
Hal yang justru memunculkan kerawanan saat ini adalah dengan adanya RUU BHPmaka peranan pihak swasta (pengusaha) mendapatkan akses yang lebih luas untukmengelola pendidikan , sehingga bagaimana jadinya kalau kemitraan dengan DU/DItersebut ternyata menempatkan pengusaha ataupun perusahaan sebagai pihak yangberinvestasi dalam lembaga pendidikan dengan menuntut adanya return yangsepadan dari investasinya tersebut? Kondisi ini pada akhirnya akan memperkokohkeberlangsungan kapitalisasi pendidikan.
BAB III
PEMECAHAN MASALAH
3.1. Solusi Masalah Mendasar
Penyelesaianmasalah mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Penyelesaian ituhanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara menyeluruh yangdiawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma Islam.Hal ini sangat penting dan utama. Artinya , setelah masalah mendasardiselesaikan , barulah berbagai macam masalah cabang pendidikan diselesaikan ,baik itu masalah aksesibilitas pendidikan , relevansi pendidikan , pengelolaandan efisiensi , hingga kualitas pendidikan
Solusi masalah mendasar itu adalah dengan melakukan pendekatan sistemik yaitusecara bersamaan melakukan perubahan paradigma dalam penyelenggaraan sistemekonomi yang kapitalistik menjadi islami , tatanan sosial yang permisif danhedonis menjadi islami , tatanan politik yang oportunistik menjadi islami , danideologi kapitalisme-sekuler menjadi mabda islam , sehingga perubahan sistempendidikan yang materialistik juga dapat diubah menjadi pendidikan yangdilandasi oleh aqidah dan syariah islam sesuai dengan karakteristiknya.Perbaikan ini pun perlu dilanjutkan dalam perbaikan aspek formalitas , yaitudengan dibuatnya regulasi tentang pendidikan yang berbasiskan pada konsepsyari’ah islam.
Solusi masalah mendasar itu adalah dengan melakukan pendekatan sistemik yaitusecara bersamaan melakukan perubahan paradigma dalam penyelenggaraan sistemekonomi yang kapitalistik menjadi islami , tatanan sosial yang permisif danhedonis menjadi islami , tatanan politik yang oportunistik menjadi islami , danideologi kapitalisme-sekuler menjadi mabda islam , sehingga perubahan sistempendidikan yang materialistik juga dapat diubah menjadi pendidikan yangdilandasi oleh aqidah dan syariah islam sesuai dengan karakteristiknya.Perbaikan ini pun perlu dilanjutkan dalam perbaikan aspek formalitas , yaitudengan dibuatnya regulasi tentang pendidikan yang berbasiskan pada konsepsyari’ah islam.
Salahsatu bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU SistemPendidikan yang ada dengan cara menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan(Syari’ah) Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asassistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-halpaling prinsipil dalam sistem pendidikan , seperti tujuan pendidikan danstruktur kurikulum.
3.2 Solusi Untuk Permasalahan Derivat
Sepertidiuraikan di atas , selain adanya masalah mendasar , sistem pendidikan diIndonesia juga mengalami masalah-masalah cabang , antara lain :
1) Keterbatasan aksesibilitas dan daya tampung ,
2) Kerusakan sarana dan prasarana ,
3) Kekurangan tenaga guru ,
4) Kinerja dan kesejahteraan guru yang belum optimal ,
5) Proses pembelajaran yang konvensional ,
6) Jumlah dan kualitas buku yang belum memadai ,
7) Otonomi pendidikan.Keterbatasan anggaran
9) Mutu SDM Pengelola pendidikan
10) Life skill yang dihasilkan tidak sesuai kebutuhan
11) Pendidikan yang belum berbasis masyarakat dan lingkungan
12) Kemitraan dengan DU/DI
1) Keterbatasan aksesibilitas dan daya tampung ,
2) Kerusakan sarana dan prasarana ,
3) Kekurangan tenaga guru ,
4) Kinerja dan kesejahteraan guru yang belum optimal ,
5) Proses pembelajaran yang konvensional ,
6) Jumlah dan kualitas buku yang belum memadai ,
7) Otonomi pendidikan.Keterbatasan anggaran
9) Mutu SDM Pengelola pendidikan
10) Life skill yang dihasilkan tidak sesuai kebutuhan
11) Pendidikan yang belum berbasis masyarakat dan lingkungan
12) Kemitraan dengan DU/DI
Untuk menyelasaikan masalah-masalah cabang di atas , diantaranya juga tetap tidakbisa dilepaskan dari penyelesaian masalah mendasar. Sehingga dalam hal inidiantaranya secara garis besar ada dua solusi yaitu:
Pertama , solusi sistemik ,yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistempendidikan , antara lain: sistem ekonomi , sistem politik , sistem sosial ,ideologi , dan lainnya. Dengan demikian , penerapan ekonomi syari’ah sebagaipengganti ekonomi kapitalis ataupun sosialis akan menyeleraskan paradigmapemerintah dan masyarakat tentang penyelenggaraan pendidikan sebagai salah satubentuk kewajiban negara kepada rakyatnya dengan tanpa adanya pembebanan biayayang memberatkan ataupun diskriminasi terhadap masyarakat yang tidak memilikisumber dana (capital). Penerapan sistem politik islam sebagai pengganti sistempolitik sekuler akan memberikan paradigma dan frame politik yang dilakukan olehpenguasa dan masyarakat sebagai bentuk perjuangan untuk menjamin terlaksananyapengaturan berbagai kepentingan ummat oleh penguasa termasuk diantaranya dalambidang pendidikan. Sehingga bukan malah sebaliknya menyengsarakan ummat denganmemaksa mereka agar melayani penguasa. Penerapan sistem sosial yang islamisebagai pengganti sistem sosial yang hedonis dan permisif akan mampumengkondisikan masyarakat agar memiliki kesadaran yang tinggi terhadapkewajiban terikat pada hukum-hukum syari’at sehingga peran mereka dalammensinergiskan pendidikan di sekolah adalah dengan memberikan tauladan tentangaplikasi nilai-nilai pendidikan yang diperoleh siswa di sekolah.
Pertama , solusi sistemik ,yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistempendidikan , antara lain: sistem ekonomi , sistem politik , sistem sosial ,ideologi , dan lainnya. Dengan demikian , penerapan ekonomi syari’ah sebagaipengganti ekonomi kapitalis ataupun sosialis akan menyeleraskan paradigmapemerintah dan masyarakat tentang penyelenggaraan pendidikan sebagai salah satubentuk kewajiban negara kepada rakyatnya dengan tanpa adanya pembebanan biayayang memberatkan ataupun diskriminasi terhadap masyarakat yang tidak memilikisumber dana (capital). Penerapan sistem politik islam sebagai pengganti sistempolitik sekuler akan memberikan paradigma dan frame politik yang dilakukan olehpenguasa dan masyarakat sebagai bentuk perjuangan untuk menjamin terlaksananyapengaturan berbagai kepentingan ummat oleh penguasa termasuk diantaranya dalambidang pendidikan. Sehingga bukan malah sebaliknya menyengsarakan ummat denganmemaksa mereka agar melayani penguasa. Penerapan sistem sosial yang islamisebagai pengganti sistem sosial yang hedonis dan permisif akan mampumengkondisikan masyarakat agar memiliki kesadaran yang tinggi terhadapkewajiban terikat pada hukum-hukum syari’at sehingga peran mereka dalammensinergiskan pendidikan di sekolah adalah dengan memberikan tauladan tentangaplikasi nilai-nilai pendidikan yang diperoleh siswa di sekolah.
Kedua , solusi teknis , yakni solusi untukmenyelesaikan berbagai permasalahan internal dalam penyelenggaraan sistempendidikan. Diantaranya:
Secara tegas , pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan danapendidikan nasional dalam jumlah yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasileksploitasi sumber daya alam yang melimpah yang merupakan milik ummat. Denganadanya ketersediaan dana tersebut , maka pemerintahpun dapat menyelesaikanpermasalahan aksesibilitas pendidikan dengan memberikan pendidikan gratis kepadaseluruh masyarakat usia sekolah dan siapapun yang belum bersekolah baik untuktingkat pendidikan dasar (SD-SMP) maupun menengah (SLTA) , bahkan harus pulaberlanjut pada jenjang perguruan tinggi. merekrut jumlah tenaga pendidik sesuaikebutuhan di lapangan disertai dengan adanya jaminan kesejahteraan danpenghargaan untuk mereka. Pembangunan sarana dan prasarana yang layak danberkualitas untuk menunjang proses belajar-mengajar. Penyusunan kurikulum yangberlandaskan pada nilai-nilai syari’ah (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Melarangsegala bentuk kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan baik oleh pemerintahmaupun masyarakat , serta menjamin terlaksananya pendidikan yang berkualitasdengan menghasilkan lulusan yang mampu menjalani kehidupan dunia dengan segala kemajuannya(setelah menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan teknologi serta seni baikyang berasal dari islam maupun hadharah ’am) dan mempersiapkan mereka untukmendapatkan bagiannya dalam kehidupan di akhirat kelak dengan adanya penguasaanterhadap tsaqofah islam dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.
Secara tegas , pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan danapendidikan nasional dalam jumlah yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasileksploitasi sumber daya alam yang melimpah yang merupakan milik ummat. Denganadanya ketersediaan dana tersebut , maka pemerintahpun dapat menyelesaikanpermasalahan aksesibilitas pendidikan dengan memberikan pendidikan gratis kepadaseluruh masyarakat usia sekolah dan siapapun yang belum bersekolah baik untuktingkat pendidikan dasar (SD-SMP) maupun menengah (SLTA) , bahkan harus pulaberlanjut pada jenjang perguruan tinggi. merekrut jumlah tenaga pendidik sesuaikebutuhan di lapangan disertai dengan adanya jaminan kesejahteraan danpenghargaan untuk mereka. Pembangunan sarana dan prasarana yang layak danberkualitas untuk menunjang proses belajar-mengajar. Penyusunan kurikulum yangberlandaskan pada nilai-nilai syari’ah (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Melarangsegala bentuk kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan baik oleh pemerintahmaupun masyarakat , serta menjamin terlaksananya pendidikan yang berkualitasdengan menghasilkan lulusan yang mampu menjalani kehidupan dunia dengan segala kemajuannya(setelah menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan teknologi serta seni baikyang berasal dari islam maupun hadharah ’am) dan mempersiapkan mereka untukmendapatkan bagiannya dalam kehidupan di akhirat kelak dengan adanya penguasaanterhadap tsaqofah islam dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.
3.3 Solusi dari tokohPendidikan
Gurunya adalah putera daerah yang kompeten ,petani/peternak/pengrajin/pengusaha sukses di daerahnya. Pemerintah/ Komunitasdaerah hanya perlu merekrut 2 orang PAEDAGOGE dan PSIKOLOG per Kabupaten untukmenyusun kurikulum berbasis POTENSI BISNIS di daerah. Perpustakaan difokuskankepada pengembangan potensi daerah ini.Dengan begitu , pendidikan atau sekolahbenar2 menjadi tempat dimana BUSINESS dilahirkan , dihidupkan dan diimplementasikandalam dunia nyata untuk menghidupkan Kesholehan Sosial dan Kesholehan Ekonomidi Daerah. [Harry Santosa]
Tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi dari guru/dosen yang harusditingkatkan sebagai insentif dalam proses mengajar serta semakin banyak sekolahyang mempunyai fasilitas yang memadai tetapi masih terlalu besar povertygap antara sekolah di kota dan di desa." Prioritas yang palingmendesak dilakukan pemerintah saat ini menurut Syamsul adalah perbaikan gaji ,perbaikan kurikulum , perbaikan peraturan/regulasi , dan pendistribusian subsidipemerintah yang adil dan menyeluruh. Selain itu kemampuan guru dan dosensendiri harus ditingkatkan baik melalui intensive training dan self-learningseperti research , menulis di jurnal dll. Seharusnya hal-hal seperti inilah yangharus ditingkatkan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu para pendidik itusendiri. Good educators mean good education dan diharapkan akanmenghasilkan para lulusan yang bermutu dan siap kerja. (Syamsul Arief Rakhmadani ,seorangstaff pengajar di INTI College)
Mengutifdari DR.H.Arief Rahman ,MPd ,sebagaiExecutive Chairman of Indonesian National Commision untuk Lembaga PBB UNESCOini , adalah Mutu Guru. Di mana kesejahteraan mereka para guru harusdiperhatikan dan diperbaiki , akademisnya juga harus diperbaiki , polamengajarnya juga harus diperbaiki. Bangsa dan negara ini juga mempunyai andildalam kesalahan besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Maksud saya adalah seolah-olah semua masalah besarpada pendidikan dibebankan atau ditujukan kepada Pemerintah saja , padahal ituadalah tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia juga atau tanggung jawab kitabersama. Saya beri contoh , jika ada sesuatu yg tidak beres dalam tatanan duniapendidikan seharusnya kita tanyakan dulu kepada diri kita sendiri tentangpermasalahan itu , dan kita berusaha ikut berpartisipasi positif dan aktif didalam memajukan sistem pendidikan di Indonesia. Jangan hanya menyalahkanpemerintah saja. Dalam hal ini pemerintah itu hanya memberikan rambu-rambupendidikan yang fleksibel yang dapat kita rembukan atau diskusikan bersamauntuk hal perubahan atau penambahan di dalam rambu2 tersebut".
Menurut Syamsul yang mengidolakan Mr.Peter O'Donnell salah satu seniorlecturer di Monash University dulu , ada dua hal yang menjadi tantanganterbesar bagi dunia pendidikan di Indonesia menghadapi era globalisasi duniasekarang. Yang pertama adalahTeknologi. Minimnya pengetahuan teknologi sangat mempengaruhi kemampuan paraedukator. Saya yakin bahwa banyak guru-guru yang tidak mengetahui adanyainternet sedangkan para murid sudah technology-aware. Yang kedua ,masuknya sekolah plus dengan overseas syllabus. Tantangan ini bisaberdampak positif dan berdampak negatif , tergantung dari perspektif mana kitamelihatnya. Syllabus dari luar negeri tidak sepenuhnya sempurnaseperti yang dipikirkan oleh banyak orang , banyak hal-hal yang tidak sesuaidengan kondisi Indonesia. Tetapi di lain sisi , overseas syllabusmaupun sekolah plus akan memberikan nilai tambah tersendiri dan mungkin akanmenjadikan suatu warning bahwa era globalisasi has truly arrived. Dankita berharap pemerintah mempunyai peraturan yang mengatur sekolah plus dan syllabus-nya
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Kunjungan tim yang bersifat sporadis , tidak akan bisa menemukanpermasalahan (pendidikan) penduduk miskin yang sesungguhnya. Diperlukan suatutim yang bersifat permanen yang dikenal dan padu dengan dinas instansi terkaitbaik di propinsi , kabupaten kota sampai ke kecamatan. Tim itu harusberkemampuan untuk melakukan:
1. Pengamatan langsung dan kajianbersama yang melibatkan: ahlipendidikan , tokoh masarakat (pendidik) nagari , serta dialog dengan kaum duafa , langsung.
2. Perumusanprogram Kurikulum Muatan Lokal di sekolah , dan program pendidikan luar sekolahyang benar-benar berguna bagi penduduk (miskin) yang bersekolah atau berdiam diNagari Binaan. Walaupun memang tidak semua rakyat nagari itu miskin , danbiasanya rakyat kaya memerlukan muatan lokal dan program keterampilan yangberbeda dari kebutuhan mendesak rakyat miskin.
3. Inisiasipelaksanaan pendidikan (kurikulum muatan lokal) serta diklat PLS , yangbersifat teknologi terapan sederhana , yang terprogram dan terlaksana denganrapi.
4.2 Saran
1. Agar keanggotaan tim pembinaan tidak terlalu alir , sering gonta-ganti , dan setiap anggotatim yang turun ke negeri dapat memberikan masukan yang jelas kepada leadingsektor pembinaan. Akan lebih bagus bila anggota tim pembinaan nagari itudipikirkan untuk dijadikan ‘tim permanen lintas sektoral’ yang menguasai permasalahan (kesehatan , pendidikan danekonomi kerakyatan) , dengan Surat Tugas dari Gubernur.
2. Harus ada komunikasi yangintense antarapemuka masyarakat dan pemerintahan nagari dengan tim. Diperlukan pula forumpendiskusian berbagai alternatif kegiatan , yang ditawarkan , untuk mengatasiberbagai masalah.
3. Usaha serius untukmenggalakkan siswa menjadi pembaca harus segera dimulai , baik di sekolah-sekolahmaupun melalui PLS. Sehingga pembinaan terhadap semua lapisan masarakat dapatdilakukan dengan mudah.
DAFTAR PUSTAKA
- UU No.20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
- PP No. 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
- Permendiknas No. 45/2006 Tentang UN Tahun Ajaran 2006/2007.
- Media Cetak : Kompas ,5/9/2001; Pikiran Rakyat , 06/10/2002; Republika , 10/5/2005; Republika , 13/7/2005; Pikiran Rakyat ,15/07/2005; Kompas , 6/2/2007; Koran Tempo , 07/03/2007.
- Website : www.suara pembaruan.com/16 juli 2004; www.undp.org/hdr2004 ; www.worldbank.com; www.republikaonline.com; www.indonesia.go.id (Senin 12/2/07); http://www.perbendaharaan.go.id/20-02-2007; www.Pikiran Rakyat.com (03/2004); www. Klik-galamedia.com , (08 Februari 2007); (www.tempointeraktif.com); www.bapeda-jabar.go.id/2006. www.tempointeraktif.com (8/3/2007)
- Al-Baghdadi , Abdurrahman. 1996. Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam. Bangil-Jatim: Al-Izzah
- Muhamad Shidiq Al-Jawi. Pendidikan Di Indonesia , Masalah dan Solusinya. Artikel. www.khilafah1924.org
- Panduan KKN Wajar Dikdas 9 Tahun , UPI 2006.
- Bulletin Epitech 2006 , Disdik Prov.Jabar.
- Blog: http://blog.appidi.or.id/?p=430; makalah pendidikan tahun 2007
- Blog: http://dzarmono.wordpress.com/2007/06/11/makalah-pendidikan tahun 2008
- Blog: www.tyasmm84.blogspot.com/2008/01/profesi-teknologi-pendidikan.html
- Harian surat Kabar Online: http://www.sergaponline.com/berita
- Harian Bisnis indonesia: www.bisnis.com
- Harian Kompas Online: www.kompas.com
- Harian Pikiran Rakyat Online: http://www.pikiranrakyat.com
Belum ada Komentar untuk "CONTOH MAKALAH PROFESI PENDIDIKAN | TEORI PENDIDIKAN"
Posting Komentar