CONTOH MAKALAH PROFESI GURU|PENGEMBANGAN PROFESI GURU | TEORI PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Saat ini dunia pendidikan nasionalIndonesia berada dalam situasi “kritis” baik dilihat dari sudut internalkepentingan pembangunan bangsa maupun secara eksternal dalam kaitan dengankompetisi antar bangsa. Fakta menunjukkan bahwa kualitas pendidikan nasionalmasih rendah dan jauh ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara lain.Berbagai kritikan tajam yang berasal dari berbagai sudut pandang terusditujukan kepada dunia pendidikan nasional dengan berbagai alasan dankepentingan. Bahkan ada beberapa pihak yang menuding bahwa krisis nasionalsekarang ini bersumber dari pendidikan dan lebih jauh ditudingkan sebagaikesalahan guru. Benarkah ada unsur “salah” pada guru? Mungkin “ya” dan mungkin“tidak” tergantung dari sudut mana memandang dan menilainya. Namun yang pastiialah bahwa kondisi guru saat ini bersumber dari pola-pola bangsa inimemperlakukan guru. Meskipun diakui guru sebagai unsur penting dalampembangunan bangsa , namun secara ironis guru belum memperoleh penghargaan yangwajar sesuai dengan martabat serta hak-hak azasinya. Hal itu tercermin daribelum adanya jaminan kepastian dan perlindungan bagi para guru dalampelaksanaan tugas dan perolehan hak-haknya sebagai pribadi , tenagakependidikan , dan warga negara.
Siapapun mulai dari presiden , wakilrakyat , para pejabat , dan semua warga masyarakat sangat setuju bahwa kualitaspendidikan kita harus dirtingkatkan untuk mengejar ketertinggalannya di dalamtantangan golal. Namun bagaimana upaya itu harus dilakukan secara sistemik agardapat terwujud dengan baik. Tulisan ini akan mengemukakan satu pandangan bahwaupaya mencapai pendidikan berkualitas harus dimulai dengan guru yangberkualitas. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan tanpa memperhitungkan gurusecara nyata , hanya akan menghasilkan satu fatamorgana atau sesuatu yang semudan tipuan belaka.
Jika kita renungi masalahpembangunan pendidikan di Indonesia , sungguh mengundang kita semua untuk dapatmencermati betapa pendidikan di Indonesia baru sekedar mampu memberikan dampaklangsung pendidikan yang diwujudkan dengan ijazah , tetapi belum sampaimemberikan dampak pengiring pengajaran yang indikatornya adanya kemampuan dayasaing sumberdaya manusia , baik untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha maupuntuntutan dunia industry , apalagi persaingan dalam kancah percaturan dunia.
Sehubungan dengan itu bahasan berikut akan menyampaikanhal-hal yang berkaitan dengan makna kualitas pendidikan , posisi guru dalampendidikan , masalah dan kendala , serta upaya membangun pendidikan guru yangideal. Bahasannya baru merupakan pikiran awal yang masih harus dikaji dandikembangkan lebih lanjut berdasarkan kajian sumber-sumber empiris dariberbagai penelitian dan pengalaman nyata baik dalam maupun luar negeri. Dalamketidaksempurnaan ini ibarat setitik air di tengah samudera luas , namun semogamemberi manfaat dan sumbangsih bagi kaum guru dan dunia pendidikan padaumumnya.

Baca Juga

B.    Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah iniadalah:
1.      Memahami makna kualitas pendidikan
2.      Memahami posisi guru dalampendidikan
3.      Memahami masalah pendidikan
4.      Memahami peluang dan tantangan yangprofesional
5.      Memahami upaya membangun pendidikanguru yang profesional




BAB II
PEMBAHASAN

A.   Makna Kualitas Pendidikan
Dalam konsep yang lebih luas , kualitas pendidikan mempunyaimakna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan.Kualitas pendidikan yang menyangkut proses dan atau hasil ditetapkan sesuaidengan pendekatan dan kriteria tertentu. Proses pendidikan merupakan suatukeseluruhan aktivitas pelaksanaan pendidikan dalam berbagai dimensi baikinternal maupun eksternal , baik kebijakan maupun oprasional , baik edukatifmaupun manajerial , baik pada tingkatan makro (nasional) , regional ,institusional , maupun instruksional dan individual; baik pendidikan dalam jalursekolah maupun luar sekolah , dsb. Dalam bahasan ini proses pendidikan yangdimaksud adalah proses pendidikan Proses pendidikan yang berkualitas ditentukanoleh berbagai faktor yang saling terkait. Kualitas pendidikan bukan terletakpada besar atau kecilnya sekolah , negeri atau swasta , kaya atau miskin ,permanen atau tidak , di kota atau di desa , gratis atau membayar , fasilitas yang“wah dan keren” , guru sarjana atau bukan , berpakaian seragam atau tidak.Faktor-faktor yang menentukan kualitas proses pendidikan suatu sekolah adalahterletak pada unsur-unsur dinamis yang ada di dalam sekolah itu danlingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Salah satu unsurnya ialah gurusebagai pelaku terdepan dalam pelaksanaan pendidikan di tingkat institusionaldan instruksional.
Dalam konteks yang lebih luas , hasil pendidikan mencakuptiga jenjang yaitu: produk , efek , dan dampak. Hasil pendidikan yang berupa“produk” , adalah wujud hasil yang dicapai pada akhir satu proses pendidikan ,misalnya akhir satu proses instruksional , akhir semester , akhir tahun ajaran ,akhir jenjang pendidikan , dan sebagainya. Wujudnya dinyatakan dalam satu satuanukuran tertentu seperti angka , grade , peringkat , indeks prestasi , yudisium , UN ,dan sebagainya sebagai gambaran kualitas hasil pendidikan dalam periodetertentu. Hasil pendidikan berupa “efek” , adalah perubahan lebih lanjutterhadap keseluruhan kepribadian peserta didik sebagai akibat perolehan produkdari proses pendidikan (pembelajaran) dari satu periode tertentu. Perolehanproduk pendidikan yang dinyatakan dalam bentuk hasil belajar seperti angkadalam rapor , dan sebagainya , seharusnya memberikan pengaruh (efek) terhadapperubahan keseluruhan perilaku/kepribadian peserta didik seperti dalampemahaman diri , cara berfikir , sikap , nilai , dan kualitas kepribadian lainnya.Selanjutnya hasil pendidikan yang berupa “dampak” , adalah berupa pengaruh lebihlanjut hasil pendidikan berupa produk dan efek yang diperoleh peserta didikterhadap kondisi dan lingkungannya baik di dalam keluarga ataupun masyarakatsecara keseluruhan.

B. Posisi Guru Dalam Pendidikan
Setiap tahun ajaranbaru dimulai , guru-guru Sekolah Dasar Kelas I dengan rajin mengajari pesertadidiknya untuk menguasai dan dapat membawakan “Hymne Guru” agar pada saatupacara dan kesempatan-kesempatan lain mereka dapat ikut menyenandungkannyanyia itu bersama kakak-kakak kelasnya. Bila suara dan pengahayatannya bagus ,di antara anak-anak tersebut mungkin ada juga yang terpilih untuk bergabungdalam kelompok paduan suara yang mewakili sekolah dalam perlombaan antarSekolah Dasar di tingkat kecamaan. Seorang guru Sekolah Dasar mengakui ,kadang-kadang ada perasaan rikuh ketika ia mengajari murid-murudnyamenghafalkan lagu ini karena seakan-akan ia minta dipuji oleh para muridnya.
Sejalan dengan itu ,kesadaran dan kepedulian para guru , calon guru , sebagian masyarakat dan pejabatpemerintah terhadap perbaikan nasib guru serta upaya mengangkat citra danmartabat guru dirasakan semakin kuat. Kesadaran itu tumbuh melihat kenyataanbahwa imbalan yang diterima oleh para guru belum layak dibandingkan denganbeban tugas yang dipikulnya dan standar kehidupan yang sepantasnya diperolehsesuai dengan predikatnya sebagai pendidik generasi bangsa.
Dalam menjalankantugasnya , guru tidak jarang pula mendapatkan perlakuan-perlakuan yang kurangpada tempatnya. Misalnya pemotongan gaji untuk sesuatu yang sebenarnya kurangperlu dan pengurusan kenaikan pangkat yang dipersulit oleh orang-orang tertentudi atasnya.
Kalangan yang peduliitu kemudian melihat kembali lirik Hymne Guru , menyimak kata demi kata , kalimatdemi kalimat , serta merenungkan makna eksplisit maupum implisitnya. Ditemukanbahwa hingga baris kedua terakhir , tidak ada masalah. Memang demikianlah guruadanya. Hanya ada saja , tidak ada masalah. Pertama ,tidak ditemukan kata , kalimat , atau makna baik secara eksplisit maupun implisityang mengarah pada kesejahteraan dan perlindungan terhadap diri dan profesinyasebagai guru sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kedua ,kandungan yang ditekankan di dalamnya lebih pada pengabdian dan pengorbananpara guru untuk peserta didik dan bangsanya , dan untuk itu mereka dihargai dandijunjung tinggi. Tetapi , penghargaan itu baru penghargaan moral berupapengakuan atas jasa-jasanya. Bagaimana dengan penghargaan dalam bentuk peningkatankesejahteraan? Ketiga , begitumenginjak baris terakhiryang dapat diibaratkan sebagai klimaksnya atau“gong”nya , ada sesuatu yang mengganggu guru adalah kalimat “Pahlawan TanpaTanda Jasa”.
Memang semua julukantersebut dimaksudkan untuk menjunjung tinggi martabat dan kehormatan guru.Sebutan itu lebih dimaksudkan sebagai simbol pengabdian guru yang tanpa tandapamrih dan ikhlas. Sekalipun bekerja seharian untuk mendidik murid-muridnyadalam rentang waktu belasan bahkan puluhan tahun , para guru tetap setia. Merekatidak mengharapkan ada kalungan medali atau kelak dimakamkan di taman makampahlawan , sekalipun sebagian anak didinya kemudian menjadi presiden , menteri ,guru besar , jenderal , dan konglomerat.
Di pihak lain , julukanguru sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa bisa tidak menguntungkan bagi para gurudan profesi keguruan. Dengan julukan tersebut , ada kesan seakan-akan gurumerupakan kelompok masyarakat yang melakukan pekerjaan yang terhormat ,bernilai , dan agung dalam mendidik bangsanya , namun atas keringat dan jerihpayahnya tersebut meeka mesti menerima apa adanya. Tidak perlu banyak menuntutatau adanya atau mengharapkan sesuatu yang lebih dari apa yang mereka dapatkansekarang.
Jawaban klise yangsering mereka dengar bila mereka dengan penuh kerendahan hati , rasa hormat , danharapan (juga do’a kepada Alla Swt) mengungkapkan isi hatinya yang berkaitandengan nasibnya adalah “Siapa menyuruh Saudara jadi guru” , “Mengapa anda memilihpekerjaan guru?” , atau “Tetap menjadi guru atau mundur , take in or leave if”. Sungguh jawaban seperti ini tidak empatikyang membuat guru panas dingin , tidak tahu kepada siapa lagi mereka mestimengadu untuk menyampaikan isi hatinya.
Itulah kesan , citra , danimplikasi yang timbul dari julukan guru sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.Orang sinistik malah menyebut penggunaan julukan tersebut dalam Hymne Guru yangsemula berkonsentrasi dan bermaksud baik , berubah menjadi ibarat sebuahnyanyian kematian bagi profesi keguruan.
Sesuai dengan judulnya , “guru” merupakan subyek yang menjadifokus bahasan ini , karena siapapun sependapat bahwa guru merupakan unsur utamadalam keseluruhan proses pendidikan khususnya di tingkat insitusional daninstruksional. Tanpa guru , pendidikan hanya akan menjadi slogan muluk , karenasegala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerjapihak yang berada di garis terdepan , yaitu guru. “No teacher no education , no education no economic and socialdevelopment”. Demikian prinsip dasar yang diterapkan dalam pembangunanpendidikan di Vietnam berdasarkan amanat Bapak bangsanya ,  yaitu Ho Chi Minh. Guru menjadi titik sentraldan awal dari semua pembangunan pendidikan. Di Indonesia guru masih belummendapatkan posisi yang seharusnya dalam kebijakan dan program-programpendidikan. Saatnya kini membuat kebijakan dengan paradigma baru , yaitumembangun pendidikan dengan memulainya dari subyek “guru”. Tanpa itu semuadikhawatirkan mutu pendidikan tidak sampai pada cita-cita mencerdaskankehidupan bangsa melalui pengembangan sumber daya manusia.
Dalam kenyataan , guru belum memperoleh haknya untuk dapatmengajar secara profesional dan efektif , Hal itu tercermin dari kondisi saatini yang mencakup jumlah yang kurang sehingga harus bekerja melebihi lingkuptugasnya , mutu yang belum sesuai dengan tuntutan , distribusi yang kurangmerata , kesejahteraan yang amat tidak menunjang , dan manajemen yang tidakkondusif. Semua itu merupakan cerminan adanya pelanggaran hak azasi guru. Hak azasiguru proteksi dari pemerintah dan masyarakat melalui perundang-undangan yangmengatur pendidikan antara lain Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Gurudan Dosen harus segera diimplementasikan pada tatanan operasional danmanajerial mulai di tingkat nasional , regional , institusional , sampai tingkatinstruksional.
Peran guru dalam peningkatan mutu pendidikan dapat dilihatdari empat dimensi , yaitu:
1.      Guru sebagai Pribadi
Kinerja peran guru dalam kaitan dengan mutu pendidikan harusdimulai dengan dirinya sendiri. Sebagai pribadi , guru merupakan perwujudan diridengan seluruh keunikan karakteristik yang sesuai dengan posisinya sebagaipemangku profesi keguruan. Kepribadian merupakan landasan utama bagi perwujudandiri sebagai guru yang efektif baik dalam melaksanakan tugas profesionalnya dilingkungan pendidikan dan di lingkungan kehidupan lainnya. Hal ini mengandungmakna bahwa seorang guru harus mampu mewujudkan pribadi yang efektif untukdapat melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai guru. Untuk itu , iaharus mengenal dirinya sendiri dan mampu mengembangkannya ke arah terwujudnyapribadi yang sehat dan paripurna (fullyfunctioning person).
2.  Peran Guru di Keluarga
Dalam kaitan dengan keluarga , guru merupakan unsur keluargasebagai pengelola (suami atau isteri) , sebagai anak , dan sebagai pendidik dalamkeluarga. Hal ini mengandung makna bahwa guru sebagai unsur keluarga berperanuntuk membangun keluarga yang kokoh sehingga menjadi fondasi bagi kinerjanyadalam melaksanakan fungsi guru sebagai unsur pendidikan. Untuk mewujudkankehidupan keluarga yang kokoh perlu ditopang antara lain oleh: landasankeagamaan yang kokoh , penyesuaian pernikahan yang sehat , suasana hubungan interdan antar keluarga yang harmonis , kesejahteraan ekonomi yang memadai , danpola-pola pendidikan keluarga yang efektif.
3.      Peran Guru di Sekolah
Dalam keseluruhan kegiatan pendidikan di tingkatoperasional , guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanyapada tingkat institusional , instruksional , dan eksperiensial. Sejalan dengantugas utamanya sebagai pendidik di sekolah , guru melakukan tugas-tugas kinerjapendidikan dalam bimbingan , pengajaran , dan latihan. Semua kegiatan itu sangatterkait dengan upaya pengembangan para peserta didik melalui keteladanan ,penciptaan lingkungan pendidikan yang kondusif , membimbing , mengajar , danmelatih peserta didik. Dengan perkembangan dan tuntutan yang berkembang dewasaini , peran-peran guru mengalami perluasan , yaitu sebagai pelatih (coaches) , konselor , manajerpembelajaran , partisipan , pemimpin , pembelajar , dan pengarang. Sebagai pelatih(coaches) , guru memberikan peluangyang sebesar-besarnya bagi peserta didik untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannyasendiri sebagai latihan untuk mencapai hasil pembelajaran optimal. Sebagaikonselor , guru menciptakan satu situasi interaksi di mana peserta didikmelakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif denganmemperhatikan kondisi setiap peserta didik dan membantunya ke arah perkembanganoptimal. Sebagai manajer pembelajaran , guru mengelola keseluruhan kegiatanpembelajaran dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran.Sebagai partisipan , guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi jugaberperilaku belajar melalui interaksinya dengan peserta didik. Sebagaipemimpin , guru menjadi seseorang yang menggerakkan peserta didik dan orang lainuntuk mewujudkan perilaku pembelajaran yang efektif. Sebagai pembelajar , gurusecara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya sertameningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang , guru secara kreatifdan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakantugasnya.
Hamzah Uno (2008) , posisi dan peran guru yang dikaitkandengan konsep pendidikan berbasis lingkungan dalam proses pembelajaran , dimanaguru harus menempatkan diri sebagai:
a.       Pemimpin belajar , dalam arti gurusebagai perencana , pengorganisasi , pelaksana , dan pengontrol kegiatan belajarpeserta didik.
b.      Fasilitator belajar , dalam arti gurusebagai pemberi kemudahan kepada peserta didik dalam melakukan kegiatanbelajarnya memalui upaya dalam berbagai bentuk.
c.       Moderator belajar , dalam arti gurusebagai pengatur arus kegiatan belajar peserta didik.
d.      Motivator belajar , dalam arti gurusebagai pendorong peserta didik agar mau melakukan kegiatan belajar. Sebagaimotivator guru harus menciptakan kondisi kelas yang merangsang peserta untukmau melakukan kegiatan belajar , baik individual maupun kelompok.
e.       Evaluator belajar , dalam arti gurusebagai penilai yang objektif dan komprehensif.
4.      Peran Guru di Masyarakat
Dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa , dan bernegarasecara keseluruhan , guru merupakan unsur strategis sebagai anggota , agen , danpendidik masyarakat. Sebagai anggota masyarakat guru berperan sebagai teladanbagi bagi masyarakat di sekitarnya baik kehidupan pribadinya maupun kehidupankeluarganya. Sebagai agen masyarakat , guru berperan sebagai mediator (penengah)antara masyarakat dengan dunia pendidikan khususnya di sekolah. Dalam kaitanini , guru akan membawa dan mengembangkan berbagai upaya pendidikan di sekolahke dalam kehidupan di masyarakat , dan juga membawa kehidupan di masyarakat kesekolah. Selanjutnya , sebagai pendidik masyarakat , bersama unsur masyarakatlainnya guru berperan mengembangkan berbagai upaya pendidikan yang dapatmenunjang pencapaian hasil pendidikan yang bermutu.

C. Masalah Pendidikan
Hingga saat ini masih banyak masalah dan kendala yang berkaitandengan guru sebagai satu kenyataan yang harus diatasi dengan segera. Berbagaiupaya pembaharuan pendidikan telah banyak dilakukan antara lain melaluiperbaikan sarana , peraturan , kurikulum , dan sebagainya. tapi belummempriotitaskan guru sebagai pelaksana di tingkat instruksional terutama dariaspek kesejahteraannya. Beberapa masalah yang berkaitan dengan kondisi guruantara lain sebagai berikut.
1. Kuantitas , Kualitas , dan Distribusi.
Dari aspek kuantitas , jumlah guru yang ada masih dirasakanbelum cukup untuk menghadapi pertambahan siswa serta tuntutan pembangunansekarang. Kekurangan guru di berbagai jenis dan jenjang khususnya di sekolahdasar , merupakan masalah besar terutama di daerah pedesaan dan daerahterpencil. Dari aspek kualitas , sebagian besar guru-guru dewasa ini masih belummemiliki pendidikan minimal yang dituntut. Dari aspek penyebarannya , masihterdapat ketidakseimbangan penyebaran guru antar sekolah dan antar daerah. Dariaspek kesesuaiannya , di SLTP dan SMA , masih terdapat ketidaksepadanan guruberdasarkan mata pelajaran yang harus diajarkan.
2.  Kesejahteraan
Dari segi keadilan kesejahteraan guru , masih ada beberapakesenjangan yang dirasakan sebagai perlakuan diskriminatif para guru. Diantaranya adalah (1) kesenjangan antara guru dengan PNS lainnya , serta denganpara birokratnya , (2) kesenjangan antara guru dengan dosen , (3) kesenjanganguru menurut jenjang dan jenis pendidikan , misalnya antara guru SD dengan guruSLTP dan Sekolah Menengah , (4) kesenjangan antara guru pegawai negeri yangdigaji oleh negara , dengan guru swasta yang digaji oleh pihak swasta , (5)kesenjangan antara guru pegawai tetap dengan guru tidak tetap atau honorer , (6)kesenjangan antara guru yang bertugas di kota-kota dengan guru-guru yang beradadi pedesaan atau daerah terpencil , (7) kesenjangan karena beban tugas , yaituada guru yang beban mengajarnya ringan tetapi di lain pihak ada yang bebantugasnya banyak misalnya di sekolah yang kekurangan guru , akan tetapiimbalannya sama saja atau lebih sedikit. Kesejahteraan mencakup aspek imbaljasa , rasa aman , kondisi kerja , hubungan antar pribadi , dan pengembangan karir.
3. Manajemen Guru
Dari sudut pandang manajemen SDM guru , guru masih beradadalam pengelolaan yang lebih bersifat birokratis-administratif yang kurang berlandaskanparadigma pendidikan antara lain manajemen pemerintahan , kekuasaan , politik ,dan sebagainya. Dari aspek unsur dan prosesnya , masih dirasakan terdapatkekurangterpaduan antara sistem pendidikan , rekrutmen , pengangkatan ,penempatan , supervisi , dan pembinaan guru. Masih dirasakan belum terdapatkeseimbangan dan kesinambungan antara kebutuhan dan pengadaan guru. Rerkrutmendan pengangkatan guru masih selalu diliputi berbagai masalah dan kendalaterutama dilihat dari aspek kebutuhan kuantitas , kualitas , dan distribusi.Pembinaan dan supervisi dalam jabatan guru belum mendukung terwujudnyapengembangan pribadi dan profesi guru secara proporsional. Mobilitas mutasiguru baik vertikal maupun horisontal masih terbentur pada berbagai peraturanyang terlalu birokratis dan “arogansi dan egoisme” sektoral. Pelaksanaanotonomi daerah yang “kebablasan” cenderung membuat manajemen guru menjadi makinsemrawut.
4. Penghargaan terhadap guru
Seperti telah dikemukakan di atas , hingga saat ini gurubelum memperoleh penghargaan yang memadai. Selama ini pemerintah telah berupayamemberikan penghargaan kepada guru dalam bentuk pemilihan guru teladan , lombakreatiivitas guru , guru berprestasi , dsb. meskipun belum memberikan motivasibagi para guru. Sebutan “pahlawan tanpa tanda jasa” lebih banyak dipersepsisebagai pelecehan ketimbang penghargaan. Pemberian penghargaan terhadap guruharus bersifat adil , terbuka , non-diskriminatif , dan demokratis denganmelibatkan semua unsur yang terkait dengan pendidikan terutama para penggunajasa guru itu sendiri , sementara pemerintah lebih banyak berperan sebagaifasilitator.
5. Pendidikan guru
Sistem pendidikan guru baik prajabatan maupun dalam jabatanmasih belum memberikan jaminan dihasilkannya guru yang berkewenangan danbermutu disamping belum terkait dengan sistem lainnya. Pola pendidikan guruhingga saat ini masih terlalu menekankan pada sisi akademik dan kurangmemperhatikan pengembangan kepribadian disamping kurangnya keterkaitan dengantuntutan perkembangan lingkungan. Pendidikan guru yang ada sekarang ini masihbertopang pada paradigma guru sebagai penyampai pengetahuan sehinggadiasumsikan bahwa guru yang baik adalah yang menguasai pengetahuan dan cakapmenyampaikannya. Hal ini mengabaikan azas guru sebagai fasilitator dalampembelajaran dan sumber keteladanan dalam pengembangan kepribadian pesertadidik. Pada hakekatnya pendidikan guru itu adalah pembentukan kepribadiandisamping penguasaan materi ajar. Disamping itu pola-pola pendidikan guru yangada dewasa ini masih terisolasi dengan sub-sistem manajemen lainnya sepertirekrutmen , penempatan , mutasi , promosi , penggajian , dan pembinaan profesi. Sebagaiakibat dari hal itu semua , guru-guru yang dihasilkan oleh LPTK tidak terkaitdengan kondisi kebutuhan lapangan baik kuantitas , kualitas , maupun kesepadannyadengan kebutuhan nyata.
Sebagai unsur yang berada di garda terdepan pendidikan ,begitu banyak sebutan sanjungan yang diberikan kepada guru seperti “Guru yangdigugu dan ditiru” , “Guru pejabat mulia” , “pahlawan tanpa tanda jasa” , “gurusebagai jabatan profesional” , “guru sebagai sumber teladan” , “guru sebagai pengukirmasa depan bangsa” , dan sebagainya. Tentunya ungkapan-ungkapan tersebutmerupakan upaya untuk memotivasi para guru dalam melaksanakan tugasnya ,meskipun dalam kenyataannya banyak yang mempersepsi ungkapan-ungkapan tersebutjustru merupakan sanjungan yang tidak sesuai dengan realitas sehingga membuatguru tersandung. Guru dipandang memiliki prestise terhormat , akan tetapisebagai profesi yang rendah dengan imbalan yang tidak memadai.
Dengan posisi yang sangat strategis di garda terdepanpendidikan , seharusnya guru mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dalam halpembinaan profesional dan dukungan kesejahteraan melalui manajemen pendidikanyang kondusif. Menurut Carl D. Glickman (1990) guru masih berada di lingkungankerja yang disebut “The legacy of theOne-Room Schoolhouse” atau “warisan satu-kamar bangunan sekolah”. Dikatakanbahwa guru melakukan tugas kerjanya berada dalam sebuah ruangan yang dibatasiempat dinding di kawasan bangunan sekolah. Aktivitas guru dari menit ke menitdari hari ke hari dan dari tahun ke tahun berada dalam batas tembok empatdinding menata seluruh kelas , memeriksa kehadiran murid , mengajar , menilai , dansebagainya. Kondisi ini masih terus berlangsung dengan karakteristik sebagaiberikut:
1.Terisolasi
Penataan struktur ruang kelas tempat guru bertugas membuatguru bekerja secara individual dan berada di lingkungan kerja yang terisolasi.Selama guru melakukan aktivitas instruksional , pihak lain tidak mengamatinyatermasuk para supervisor (pengawas). Guru beraktivitas tanpa memperoleh umpanbalik dari kinerjanya sehingga sulit bagi mereka untuk memperoleh informasibalikan. Guru lain pun tidak dapat mengamati kinerja guru tersebut sehinggasulit untuk terjadi proses berbagai pengalaman. Mungkin hal ini berbeda denganmereka yang bekerja dalam suasana kerja yang terbuka seperti di pabrik , dilapangan , di rumah sakit , dan sebagainya. Mereka yang bekerja di lingkungankerja seperti di rumah sakit , para petugas baik professional , seperti doktermaupun para professional , seperti asisten , perawat , dan sebagainya dapat salingmengamati kinerja masing-masing. Petugas senior dapat membimbing yang seniorterutama pemula , demikian juga tenaga paramedis. Situasi seperti ini dapatmemberikan pengaruh konstruktif bagi perkembangan profesi , namun hal sepertiitu tidak dijumpai dalam lingkungan kerja guru. Kepala sekolah , pengawas , ataupejabat pendidikan jarang yang melakukan pengawasan dan pembinaan yang bersifatmengembangkan. Mereka lebih banyak membahas hal-hal yang bersifatadministratif.
2.Dilema Psikologis
Kondisi penataan lingkungan kerja seperti dikemukakan diatas , membuat guru secara terus menerus tanpa putus senantiasa berhadapandengan tantangan psikologis. Setiap hari guru melaksanakan tugasnya denganperilaku mengajar seperti mengecek kehadiran siswa , memperhatikan siswa satupersatu , menyampaikan materi , mengajukan pertanyaan , menjawab pertanyaan siswa ,menulis , membacakan , memeriksa pekerjaan , melakukan teguran , memberikan pujian ,dsb. Kalau guru SD sebagai guru kelas hal itu dilakukan mulai dari pelajaranyang satu ke pelajaran berikutnya sampai akhir waktu. Kalau guru mata pelajaranseperti di SMP atau SMA rangkaian perilaku itu dilakukan dari satu kelas kekelas lainnya hingga berakhir jam pelajaran. Cukup banyak jumlah siswa yangharus dihadapi setiap hari dengan berbagai ragam kepribadian mulai dari yangmenyenangkan sampai ke yang menjengkelkan , mulai dari yang cerdas sampai yanglambat , dan begitu banyak macam pola tingkah laku siswa yang berasal dariberbagai latar belakang. Semua itu harus dihadapi dengan sebaik-baiknya.Sebagai manusia biasa sudah tentu guru akan berhadapan dengan situasi psikologisyang bersifat dilematis. Sebagai guru harus bertahan pada norma-norma etikapsikologis , namun sebagai manusia biasa iapun memiliki kualitas kondisipsikologis tertentu. Kalau kurang memiliki daya tahan psikologis yang prima ,maka dapat berkembang menjadi konflik , frustrasi bahkan mendapat gangguanpsikis.
Dilema psikologis yang dihadapi guru tidak hanya berhadapandengan siswa , namun dengan pihak orang tua , pihak kepala sekolah , dan birokrasipendidikan. Orang tua memberikan tuntutan tertentu menurut kehendak danperasaannya. Pihak kepala sekolah dan birokrasi lainnya lebih banyak menuntuthal-hal yang bersifat administratif. Belum lagi tantangan yang bersifat sosial ,ekonomi , kultural , dan bahkan politik cukup memberikan tekanan psikologis. Gurudituntut berperilaku ideal normatif namun berbagai kendala ekonomis membuatmereka berada dalam situasi konflik. Kondisi keluarga seperti tuntutankebutuhan hidup yang menyangkut sandang , pangan , dan papan , kebutuhan pendidikan ,kesehatan , sosial , dan sebagainya makin menambah panjangnya deretan daftartantangan dilema psikologis bagi guru.
3.Rutinitas
Situasi lingkungan kerja sebagaimana dikemukakan di atas ,membawa guru pada pola-pola rutin. Semua aktivitas guru seolah-oleh sudahdipolakan sedemikian rupa sehingga aktivitas guru terpasung dengan hal-hal yangrutin. Kurikulum dan silabus serta jadwal mengajar setiap hari , jadwalmingguan , bulanan , bahkan tahunan , semuanya sudah diatur secara administratif.Sedikit sekali guru berpeluang untuk dapat mengatur dirinya sendiri di luarketentuan yang rutin. Bahkan di masa lalu hal-hal yang sebenarnya menjadi tugasotonomi guru sudah diatur dari atas seperti buku pelajaran , materi , metodemengajar , soal tes , persiapan mengajar , serta juklak dan juknis lainnya. Kondisirutinitas itu dapat menghambat perkembangan kreativitas dan profesi guru ,disamping memberikan dampak psikologis seperti kebosanan , apatis , pasif ,reaktif , mekanis , dan sebagainya.
4.Kendala Guru Pemula
Situasi lingkungan kerja seperti telah disebutkan di atasakan banyak menimbulkan kendala bagi para guru pemula. Untuk memulaimelaksanakan tugas dakam lingkungan yang baru guru pmula memerlukan orientasiunmtuk mengenal situasi baru dalam mempersiapkan diri untuk memulaimelaksanakan tugas. Dalam kenyataan jarang sekali guru memperoleh bantuan untukmemulai tugasnya. Guru-guru yang sudah ada terlebih dahulu atau guru seniorkurang banyak membantu. Dari pihak kedinasan dan birokrasi jarang ditemukanadanya program orientasi awal masa tugas bagi pemula. Program yang disebutpendidikan dan pelatihan prajabatan lebih banyak berkenaan dengan berbagai halyang bersifat administratif kepegawaian.
Kondisi seperti itu agak berbeda dibandingkan denganlingkungan kerja profesi lain seperti di bidang hukum , kesehatan , pemerintahan ,bisnis , dan sebagainya. Dalam lingkungan tersebut para pemula telah disiapkanprogram yang secara bertahap membantu untuk secara bertahap dapat melaksanakantugas dan tanggung jawabnya. Lingkungan kerja guru dengan kondisi seperti itumenjadi kendala untuk memulai tugasnya. Para pemula harus berupaya sendiridalam melaksanakan tugas dan melakukan penyesuaian diri dalam berbagai aspek.Dampak psikologis yang mungkin timbul adalah rasa terasing yang kemudianberkembang menjada rasa kurang betah dan menurunnya motivasi kerja. Pada gilirannyakeadaan seperti itu berpengaruh terhadap efektiivitas kerja guru secarakeseluruhan.
5.Karir Tak Berjenjang
Banyak profesi bergengsi seperti di bidang hukum , kedokteran ,sains , rekayasa , dan sebagainya menetapkan secara jelas transisi dari sejakmahasiswa lulus ke jabatan profesional. Untuk dapat melaksanakan tugasprofesionalnya dilakukan secara berjenjang melalui seleksi yang cukup ketatdengan kriteria yang jelas. Ketika memulai bertugas pada tahap awal dimulaidengan magang kepada yang lebih senior dan terus secara berhjenjang sampai padaposisin tertinggi. Dalam jabatan guru hal itu tidak terjadi secara jelas danterprogram. Begitu lulus dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan langsungterjun ke dunianya laksana anak itik yang langsung berenang. Dan seterusnyasejak mulai sampai akhir masa jabatan tidak pernah terjadi seleksi karir yangberjenjang. Dengan begitu guru pemula sama saja dengan guru yang sudah puluhantahun bekerja , yang membedakannya hanyalah gaji yang diterima dan pangkat yangsemakin tinggi.
Memang ada ketentuan penjenjangan jabatan guru mulai dariguru pratama sampai ke guru utama dengan kriteria perolehan angka kredit. Namun ,dalam pelaksanaannya lebih banyak berupa ketentuan administratif ketimbangpenjenjangan profesional. Di Perguruan Tinggi para dosen cukup jelas ketentuanaturan penjenjangan dan pelaksanaannya. Misalnya seorang asisten ahli tidakdiberi wewenang untuk mengajar secara mandiri dan membimbing skripsi.
6. Kurang Dialog Mengenai Pengajaran
Pada umumnya di sekolah para guru jarang melakukan dialogatau diskusi berkenaan dengan pengajaran baik antar sesama guru maupun dengansupervisornya seperti kepala sekolah atau pengawas. Kalaupun terjadi pertemuanantara pejabat Departemen , Dinas , pengawas atau Kepala Sekolah , pembicaraanlebih banyak bersifat top down dansedikit menyinggung dialog mengenai pengajaran. Hal-hal yang dibahas lebihbanyak bersifat informatif yang berkenaan dengan berbagai peraturan , ketentuanadministratif , atau perintah. Kalau terjadi dialog sesama guru pada waktuistirahat atau waktu luang , lebih banyak obrolan santai membicarakanmasalah-masalah pribadi , kesejahteraan , keluarga , lingkungan , dan sebagainya. Adasatu bentuk forum yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan dialog instruksionalyaitu apa yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Sayangnya forumini lebih banyak berbentuk kepanjangan kedinasan yang sekali lagi lebih banyakmengarah ke hal-hal administratif.
7.Kurang Keterlibatan Dalam Pengambilan Keputusan Kurikulum Sekolah danPengajaran.
Jika guru kurang kesempatan berdialog dengan sesama guru ,tidak saling melihat satu dengan lain dalam proses pengajaran , dan guru cukupberkinerja dalam kelas , maka tidak heran apabila guru kurang dilibatkan dalampengambilan keputusan berkenaan dengan kurikulum dan pengajaran. Keadaan inijelas sangat kurang menguntungkan guru sebagai unsur pendidikan yang berada digarda terdepan pendidikan.
Keputusan pendidikan termasuk kurikulum dan pengajaran lebihbanyak ditetapkan dari atas dalam bentuk petunjuk pelaksanaan dan petunjukteknis yang seolah-olah sebuah resep yang harus dilaksanakan. Kalau sajainovasi mengenai penerapan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang akanmelibatkan guru dalam pelaksanaannya , maka ini satu langkah baik untukmemberikan peluang bagi guru untuk mewujudkan otonomi pedagogisnya. Masalahnya ,apakah guru sudah siap , dan apakah ada pembinaan sistematis?

D. Peluang dan Tantangan Pendidikan yangProfesional
Sebagai satu bentuk reformasi dan inovasi , kelahirannya akanmemberikan peluang sekaligus tantangan yang akan dihadapi oleh subyek-subyekterkait.
Pertama; bagi para Guru
Sebagai peluang , guru akan memperoleh jaminan dalammewujudkan otonomi pedagogis yang merupakan hak azasinya sebagai unsur utamapendidikan sehingga dapat berkinerja secara profesional dan lebih optimaldengan dukungan kualitas kesejahteraan dan perlindungan hukum yang memadai. Di sampingitu guru berpeluang untuk memperoleh jaminan sebagai warga negara dengan segalahak dan kewajibannya dalam suasana lingkungan kerja yang kondusif dalampengembangan karir baik profesi maupun pribadi. Semua peluang tersebut apabiladapat terwujud akan membuat para guru berkinerja secara profesional dengandukungan kesejahteraan yang memadai dan dalam lingkungan kerja yang kondusif ,serta jaminan kepastian karir yang lebih prospektif. Namun semua peluang itutidak serta merta akan terwujud karena guru ditantang untuk mampu berkinerjasesuai dengan tuntutan undang-undang. Guru harus memenuhi standar profesi baikdalam bentuk kualifikasi maupun kompetensi sebagaimana telah ditetapkan dalamundang-undang dan harus senantiasa meningkatkan mutu profesionalnya melaluiberbagai cara dan kesempatan. Guru ditantang untuk dapat melaksanakan semuatuntutan undang-undang berkenaan dengan kewajiban profesionalnya sesuai dengankode etik profesi. Hak untuk memperoleh kesejahteraan dan jaminan hanya mungkinterwujud apabila yang bersangkutan mampu memenuhi kewajibannya sebagaitantangan dari tuntutan undang-undang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwapeluang yang mungkin akan dicapai oleh para guru , harus diikuti dengankemampuan menghadapi tantangan yang yang timbul dari implementasiundang-undang.
Tantangan guru profesionaldalam era globalisasi , antara lain:
(1)Perkembangan Teknologi Informasi
Dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru ,terjadinya revolusi teknologi informasi merupakan sebuah tantangan yang harusmampu dipecahkan secara mendesak. Adanya perkembangan teknologi informasi yangdemikian akan mengubah pola hubungan guru-murid , teknologi instruksional dansistem pendidikan secara keseluruhan. Kemampuan guru dituntut untukmenyesuaikan hal demikian itu. Adanya revolusi informasi harus dapat dimanfaatkanoleh bidang pendidikan sebagai alat mencapai tujuannya dan bukan sebaliknya justrumenjadi penghambat. Untuk itu , perlu didukung oleh suatu kehendak dan etikayang dilandasi oleh ilmu pendidikan dengan dukungan berbagai pengalaman parapraktisi pendidikan di lapangan.
            Perkembangan teknologi (terutamateknologi informasi) menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikanakan mulai bergeser. Sekolah tidak lagi akan menjadi satu-satunya pusatpembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu.Peran guru juga tidak akan menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumberbelajar dan sumber informasi yang mampu memfasilitasi seseorang untuk belajar. Wen(2003) seorang usahawan teknologi mempunyai gagasan mereformasi sistem pendidikanmasa depan. Menurutnya , apabila anak diajarkan untuk mampu belajar sendiri , mencipta ,dan menjalani kehidupannya dengan berani dan percaya diri atas fasilitasi lingkungannya(keluarga dan masyarakat) serta peran sekolah tidak hanya menekankan untukmendapatkan nilai-nilai ujian yang baik saja , maka akan jauh lebih baik dapat menghasilkangenerasi masa depan. Orientasi pendidikan yang terlupakan adalah bagaimana agarlulusan suatu sekolah dapat cukup pengetahuannya dan kompeten dalam bidangnya , tapijuga matang dan sehat kepribadiannya. Bahkan konsep tentang sekolah di masayang akan datang , menurutnya akan berubah secara drastis. Secara fisik , sekolahtidak perlu lagi menyediakan sumber-sumber daya yang secara tradisional berisibangunan-bangunan besar , tenaga yang banyak dan perangkat lainnya. Sekolahharus bekerja sama secara komplementer dengan sumber belajar lain terutamafasilitas internet yang telah menjadi “sekolah maya”.
            Bagaimanapun kemajuan teknologiinformasi di masa yang akan datang , keberadaan sekolah tetap akan diperlukan olehmasyarakat. Kita tidak dapat menghapus sekolah , karena dengan alasan telah adateknologi informasi yang maju. Ada sisi-sisi tertentu dari fungsi dan peranansekolah yang tidak dapat tergantikan , misalnya hubungan guru-murid dalam fungsimengembangkan kepribadian atau membina hubungan sosial , rasa kebersamaan ,kohesi sosial , dan lain-lain. Teknologi informasi hanya mungkin menjadipengganti fungsi penyebaran informasi dan sumber belajar atau sumber bahanajar. Bahan ajar yang semula disampaikan di sekolah secara klasikal , lalu dapatdiubah menjadi pembelajaran yang diindividualisasikan melalui jaringan internetyang dapat diakses oleh siapapun dari manapun secara individu (Karsidi , 2004). Inilahtantangan profesi guru. Apakah perannya akan digantikan oleh teknologi informasi ,atau guru yang memanfaatkan teknologi informasi untuk menunjangperanprofesinya. Dunia pendidikan harus menyiapkan seluruh unsur dalam sistimpendidikan agar tidak tertinggal atau ditinggalkan oleh perkembangan teknologiinformasi tersebut. Melalui penerapan dan pemilihan teknologi informasi yangtepat (sebagai bagian dari teknologi pendidikan) , maka perbaikan mutu yangberkelanjutan dapat diharapkan.
Perbaikan yang berlangsung terus menerus secarakonsisten/konstan akan mendorong orientasi pada perubahan untuk memperbaikisecara terus menerus dunia pendidikan. Adanya revolusi informasi dapat menjaditantangan bagi lembaga pendidikan karena mungkin kita belum siap menyesuaikan.Sebaliknya , hal ini akan menjadi peluang yang baik bila lembaga pendidikanmampu menyikapi dengan penuh keterbukaan dan berusaha memilih jenis teknologiinformasi yang tepat , sebagai penunjang pencapaian mutu pendidikan. Pemilihanjenis media sebagai bentuk aplikasi teknologi dalam pendidikan harus dipilihsecara tepat , cermat dan sesuai kebutuhan , serta bermakna bagi peningkatan mutupendidikan kita.
(2)Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan
Kini , paradigma pembangunan yang dominan telah mulaibergeser ke paradigm desentralistik. Sejak diundangkan UU Nomor 22 tahun1999tentang Pemerintah Daerah maka menandai perlunya desentralisasi dalam banyakurusan yang semula dikelola secara sentralistik. Menurut Tjokroamidjoyo dalam Jalal dan Supriyadi (2001) , bahwasalah satu tujuan dari desentralisasi adalah untuk meningkatkan pengertianrakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan pembangunan dan melatih rakyatuntuk dapat mengatur urusannya sendiri. Ini artinya , bahwa kemauanberpartisipasi masyarakat dalam pembangunan (termasuk dalam pengembanganpendidikan) harus ditumbuhkan dan ruang partisipasi perlu dibukaselebar-lebarnya. Bergesernya paradigma pembangunan yang sentralistik kedesentralistik telah mengubah cara pandang penyelenggara negara dan masyarakatdalam penyelenggaraan pembangunan. Pembangunan harus dipandang sebagai bagiandari kebutuhan masyarakat itu sendiri dan bukan semata kepentingan negara.Pembangunan seharusnya mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada posisipelaku dan sekaligus penerima manfaat dari proses mencari solusi dan meraihhasil pembangunan untuk dirinya dan lingkungannya dalam arti yang lebih luas.Dengan demikian , masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirianmengatasi masalah yang dihadapinya , baik secara individual maupun secarakolektif. Belajar dari pengalaman bahwa ketika peran pemerintah sangat dominandan peranserta masyarakat hanya dipandang sebagai kewajiban , maka masyarakatjustru akan terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri. Penguatanpartisipasi masyarakat haruslah menjadi bagian dari agenda pembangunan itusendiri , lebih-lebih dalam era globalisasi. Peranserta masyarakat harus lebihdimaknai sebagai hak daripada sekadar kewajiban. Kontrol rakyat (anggotamasyarakat) terhadap isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan pembangunanharus dimaknai sebagai hak masyarakat untuk ikut mengontrol agenda dan urutanprioritas pembangunan bagi dirinya atau kelompoknya. (Karsidi , 2004) Desentralisasiadalah penyerahan sebagian otoritas pemerintah pusat ke daerah , untukmendistribusikan beban pemerintah pusat ke daerah sehingga daerah dan masyarakatnyaikut menanggung beban tersebut. Tujuannya adalah: (1) mengurangi bebanpemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah-masalah kecil di tingkat lokal ,(2) meningkatkan partisipasi masyarakat , (3) menyusun program-program perbaikanpada tingkat lokal yang lebih realistik , (4) melatih rakyat mengatur urusannya sendiri ,(5) membina kesatuan nasional yang merupakan motor penggerak memberdayakandaerah. Dalam desentralisasi pendidikan , pemerintah pusat lebih berperan dalammenghasilkan kebijaksanaan mendasar (menetapkan standar mutu pendidikan secaranasional) , sementara kebijaksanaan operasional yang menyangkut variasi keadaandaerah didelegasikan kepada pejabat daerah bahkan sekolah. Kurikulum dan prosespendidikan dalam kerangka otonomi daerah , ada bagian yang perlu dibakukansecara nasional , tetapi hanya terbatas pada beberapa aspek pokok , yaitu: (1)Substansi pendidikan yang berada dibawah tanggungjawab pemerintah , seperti PKN ,Sejarah Nasional , Pendidikan Agama , dan Bahasa Indonesia; (2) Pengendalian mutupendidikan , berdasarkan standar kompetensi minimum; (3) Kandungan minimal kontensetiap bidang studi , khususnya yang menyangkut ilmu-ilmu dasar; (4)Standarstandar teknis yang ditetapkan berdasarkan standar mutu pendidikan. Program-programpembelajaran di sekolah berupa desain kurikulum dan pelaksanaannya ,kegiatan-kegiatan nonkurikuler sampai pada pengadaan kebutuhan sumber dayauntuk suatu sekolah agar dapat berjalan lancar , tampaknya harus sudah mulaidiberikan ruang partisipasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Demikian puladi lembaga-lembaga pendidikan lainnya nonsekolah , ruang partisipasi tersebutharusdibuka lebar agar tanggung jawab pengembangan pendidikan tidak tertumpupada lembaga pendidikan itu sendiri , lebih-lebih pada pemerintah sebagaipenyelenggara negara.
Cara untuk penyaluran partisipasi dapat diciptakandengan berbagai variasi cara sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah ataukomunitas tempat masyarakat dan lembaga pendidikan itu berada. Kondisi inimenuntut kesigapan para pemegang kebijakan dan manajer pendidikan untukmendistribusi peran dan kekuasaannya agar bisamenampung sumbangan partisipasimasyarakat. Sebaliknya , dari pihak masyarakat (termasuk orang tua dankelompok-kelompok masyarakat) juga harus belajar untuk kemudian bisa memilikikemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan.
Sebagai contoh tentang partisipasi duniausaha/industri pada era otonomi daerah. Mereka tidak bisa tinggal diam menunggudari suatu lembaga pendidikan/sekolah sampai dapat meluluskan alumninya , lalumenggunakannya jika menghasilkan output yang baik dan mengkritiknya jikaterdapat output yang tidak baik. Partisipasi dunia usaha/industry terhadaplembaga pendidikan harus ikut bertanggung jawab untuk menghasilkan output yangbaik sesuai dengan rumusan harapan bersama. Demikian juga kelompok-kelompok masyarakatlain , termasuk orang tua siswa. Dengan cara seperti itu , maka mutu pendidikansuatu lembaga pendidikan akan menjadi tanggung jawab bersama antara lembagapendidikan dan komponen-komponen lainnya di masyarakat.


Kedua; bagi Pemerintah.
Dengan berlakunya undang-undang guru , pemerintah mendapattantangan untuk secara konsekuen mengimplementasikan berbagai amanatundang-undang dalam berbagai aspek dan dimensi pendidikan. Sesuai dengan amanatundang-undang , hal yang harus dilaksanakan antara lain: (1) Menata berbagaiketentuan hukum yang berkaitan dengan implementasi undang-undang , (2)Menyediakan dana dan sarana untuk menunjang implementasi undang-undang. (2)Mewujudkan satu sistem manajemen guru dan dosen dalam dalam satu sistempengelolaan yang profesional dan proporsional. (3) Pembenahan Sistem Pendidikandan pelatihan yang lebih fungsional untuk dan lebih berorientasi padapembentukan dan pemberdayaan kepribadian dan profesi , (4) Pengembangan satusistem remunerasi (gaji dan tunjangan lainnya) bagi guru dan secara adil ,bernilai ekonomis , serta memiliki daya tarik sedemikian rupa sehinggamerangsang para guru dan melakukan tugasnya dengan penuh dedikasi danmemberikan kepuasan lahir batin.
Ketiga; bagi Organisasi Profesi
Organisasi profesi merupakan peluang untuk sebagai wadahperjuangan dalam mewujudkan semua amanat yang tersirat dan tersurat dalamundang-undang. PGRI yang hingga saat ini telah menjadi salah satu organisasiguru dengan usia paling lama dan memiliki potensi yang cukup mantap dalamstruktur , kultur , substansi dan SDM harus mampu menjadi organisasi profesisebagaimana diamanatkan oleh undang-undang. Sebagai organisasi profesi , PGRImempunyai fungsi sebagai wadah kebersamaan rasa kesejawatan para anggota dalam:(1) mewujudkan keberadaannya di lingkungan masyarakat , (2) memperjuangkansegala aspirasi dan kepentingannya suatu profesi , (3) menetapkan standarperilaku profesional , (4) melindungi seluruh anggota , (5) meningkatkan kualitaskesejahteraan , (6) mengembangkan kualitas pribadi dan profesi.
Keempat; bagi PenyelenggaraPendidikan
Sebagaimana kita maklumi , Undang-Undang Sisdiknas danUndang-Undang Guru dan Dosen memberikan jaminan kesetaraan antara pendidikanyang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) dan yang diselenggarakan olehmasyarakat (swasta). Bagi penyelenggara pendidikan swasta kelahiran Undang-UndangGuru dan Dosen merupakan peluang bagi peningkatan mutu pendidikan melaluipeningkatan mutu dan kesejahteraan para pengajar (guru dan dosen). Namun halitu merupakan tantangan tersendiri yang mungkin cukup berat dan rumit sehinggabukan hal yang mustahil dapat menimbulkan komplikasi. Kondisi swasta yangberbeda dengan negeri terutama dalam dana dan sarana menuntut pihak swastaharus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan dengan negeri. Sementara itu ,kondisi swasta memiliki rentangan keragaman yang cukup besar antara satu denganlainnya sehingga dalam mengimplementasikan Undang-Undang Guru dan Dosenmemerlukan adaptasi yang cukup rumit dan memerlukan tahapan waktu dalam kurunyang panjang. Untuk itu dibutuhkan kesiapan pihak swasta dan dukunganpemerintah dalam rangka mengembangkan kemitraan penyelenggaraan pendidikan.
Kelima; Pihak Terkait Lainnya
Berbagai pihak terkait baik institusi maupun perorangan yangberada di lingkungan penyelenggara pendidikan , birokrasi , lembaga legislatif ,organisasi , dan masyarakat pada umumnya , harus ikut berperan serta dalamimplementasi undang-undang guru dan dosen. Dalam hubungan ini semua pihakterkait mendapat tantangan untuk dapat memberikan perlakuan secara tepatsebagai dukungan bagi guru dan dosen dalam mewujudkan dirinya sesuai denganamanat undang-undang guru. Langkah mendasar yang harus dilakukan oleh pihakbirokrasi adalah mereposisi guru dan dosen dalam pendidikan nasional dalamberbagai tatanan dan dimensi pendidikan sesuai dengan tuntutan undang-undang.Selanjutnya guru dan dosen harus diperlakukan sebagai subyek yang berada dalamtatanan manajerial yang berbasis pendidikan sebagai mitra dalam pengelolaanyang luwes. Dengan demikian. Guru dan dosen akan mewujud sebagai pribadimandiri , matang , penuh percaya diri dan berwibawa untuk tampil sebagai insanprofessional yang terjamin dan prospektif. Semua itu pada gilirannya akanmenunjang suksesnya kinerja pendidikan nasional sebagai infrastrukturpengembangan sumber daya manusia.
Setiap aspek dunia pendidikan termasuk masalah kualitas gurusaat ini menghadapi tantangan baik global , nasional , maupun lokal. Pada tatananglobal seluruh umat manusia di dunia dihadapkan pada tantangan yang bersumberdari perkembangan global sebagai akibat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi. Robert B Tucker (2001) mengidentifikasi adanya sepuluh tantangandi abad 21 , yaitu: (1) kecepatan (speed) ,(2) kenyamanan (convinience) , (3)gelombang generasi (age wave) , (4)pilihan (choice) , (5) ragam gaya hidup (lifestyle) , (6) kompetisi harga (discounting) ,(7) pertambahan nilai (value added) , (8) pelayananan pelanggan (costumer service) , (9) teknologi sebagaiandalan (techno age) , (10) jaminanmutu (quality control). Menurut RobertB. Tucker kesepuluh tantangan itu menuntut inovasi dikembangkannya paradigmabaru dalam pendidikan seperti: acceleratedlearning , learning revolution , megabrain , quantum learning , valueclarification , learning than teaching , transformation of knowledge , quantumquotation (IQ , EQ , SQ , dan lain-lain) , processapproach , Forfolio evaluation , school/community based management , school basedquality improvement , life skills , competency based curriculum.
Pada tatanan nasional , dunia pendidikan ditantang dengan berbagaiupaya pembaharuan dan pembangunan nasional yang lebih berorientasi padapengembangan sumber daya manusia. Lahirnya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional , Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentangGuru dan Dosen , dan berbagai produk ketentuan hukum lainnya merupakan satutantangan yang harus dihadapi oleh LPTK yang mempunyai tanggung jawab dalammenghasilkan guru yang berkualitas. Pada tatanan lokal dengan penerapan otonomidaerah , setiap daerah mempunyai peluang untuk menata pengembangan tenaga guruyang lebih berkualitas dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan daerah.
Berkaitan dengan masalah dan kendala guru sebagaimanadikemukakan di atas , cukup banyak kritikan tajam yang ditujukan kepada LPTKkhususnya yang berkenaan dengan ketidakmampuan LPTK menghasilkan guru yangberkualitas. Menurut Linda Darling Hammond dan Joan Baratz Snouwden (2007)dalam tulisannya yang berjudul: ”GoodTeacher in Every Classroom: Preparing the High Qualified Teachers Our ChildrenDeserve” , ada beberapa alasan mengapa hal itu terjadi , yaitu pertama;pemerintah dan masyarakat belum menunjukkan keseriusannya dalam menanganihak-hak anak terutama dari kelompok miskin , kedua , penyempitan maknakonvensional yang menyatakan bahwa pengajaran semata-mata sebagai prosespenyampaian materi sebagaimana digariskan dalam kurikulum; ketiga , banyak pihakyang tidak memahami hakekat mengajar yang sebenarnya , keempat , hampir semuameyakini bahwa yang penting adalah pengajaran dan bukan pembelajaran daripeserta didik , kelima masih longgarnya tuntutan persyaratan untuk menjadi guruyang berkualitas , keenam para peneliti dan pendidik guru barui sampai padakesepakatan mengenai pengetahuan dasar yang diperlukan oleh guru untuk memasukikelas. Pendidikan guru di masa lalu dan hingga sekarang sering dikritik terlalusempit yang dibatasi dengan mempersiapkan pengetahuan yang akan diajarkan dikelas. Sementara kurang memperhatikan hal-hal yang terkait dengan pemahamanmengernai peserta didik , pengembangan profesi , pembentukan kepribadian , danlandasan pedagogis. Sebagai akibatnya ialah guru hanya mampu tampil sebagaipenyampai pengetahuan dan tidak tampil sebagai guru profesional sebagaimanadituntut oleh Undang-Undang Guru dan Dosen.
Sehubungan dengan kritikan dan tantangan tersebut maka LPTKharus mau dan mampu melakukan reformasi pola-pola pendidikan guru. Pola-polalama harus dikembangkan sehingga mampu menghasilkan guru yang berkualitassebagaimana yang diharapkan. Untuk itu perlu dilakukan berbagai penataan sistemsecara utuh dengan menempatkan proses pengajaran dan pembelajaran sebagai intidari sistem pendidikan guru. Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel menyebutnyaproses interaksi antara pengajaran dan pembelajaran sebagai ”technical core” dalam pendidikan guru.Mereka menyarankan agar pendidikan guru baik prajabatan maupun dalam jabatandibangun dalam satu sistem yang utuh dengan memperhatikan aspek input , proses ,dan output dan terjadi keterpaduan berbagai unsur subsistem secara utuh.

E. Upaya Membangun Pendidikan Guru yangProfesional
Menghadapi berbagai tantangan dalam upaya meningkatkankualitas pendidikan nasional , diperlukan guru berkualitas yang mampu mewujudkankinerja profesional , modern , dalam nuansa pendidikan dengan dukungankesejahteraan yang memadai dan berada dalam lindungan kepastian hukum. “Guru”adalah suatu sebutan bagi jabatan , posisi dan profesi bagi seseorang yangmengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan memalui interaksi edukatif secaraterpola , formal , dan sistematis. Saat ini telah lahir Undang-Undang Nomor 14tahun 2006 tentang Guru dan Dosen sebagai satu landasan konstitusional yangsekaligus sebagai payung hukum yang memberikan jaminan bagi para guru dan dosensecara profesional , sejahtera , dan terlindungi. Undang-undang guru sangat diperlukandengan tujuan: (1) mengangkat harkat citra dan martabat guru , (2) meningkatkanyanggung jawab profesi guru sebagai pengajar , pendidik , pelatih , pembimbing ,dan manajer pembelajaran , (3) memberdayakan dan mendayagunakan profesi gurusecara optimal , (4) memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadapprofesi guru , (5) meningkatkan mutu pelayanan dan hasil pendidikan , (6)mendorong peranserta masyarakat dan kepedulian terhadap guru.
Dalam UU Guru dan Dosen (pasal 1 ayat 1) dinyatakan bahwa: ”Guruadalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik , mengajar , membimbing ,mengarahkan , melatih , menilai , dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikananak usia dini , jalur pendidikan formal , pendidikan dasar dan pendidikanmenengah”. Guru profesional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaanpengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupunmetode , rasa tanggung jawab , pribadi , sosial , intelektual , moral dan spiritual ,dan kesejawatan , yaitu rasa kebersamaan di antara sesama guru. pribadi.Sementara itu , perwujudan unjuk kerja profesional guru ditunjang dengan jiwaprofesionalisme yaitu sikap mental yang senantiasa mendorong untuk mewujudkandiri sebagai guru profesional.
Kualitas profesionalisme ditunjukkan oleh lima unjuk kerjasebagai berikut:
1.  Keinginan untuk selalu menampilkan perilakuyang mendekati standar ideal.
2.  Meningkatkan dan memelihara citra profesi.
3.  Keinginan untuk senantiasa mengejarkesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaikikualitas pengetahuan dan ketrampilannya.
4.   Mengejar kualitas dan cita-cita dalamprofesi.
5.   Memiliki kebanggaan terhadap profesinya.
Dalam UU Guru dan Dosen (pasal 7 ayat 1) prinsip profesionalguru mencakup karakteristik sebagai berikut: (a) memiliki bakat , minat ,panggilan dan idealisme , (b) memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakangpendidikan sesuai dengan bidang tugas , (c) memiliki kompetrensi yang diperlukansesuai dengan bidang tugas , (d) memiliki ikatan kesejawatan dan kode etikprofesi , (e) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan , (f)memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja , (g)memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesi secara berkelanjutan , (h)memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan ,dan (i) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-halyang berkaitan dengan keprofesian. Selanjutnya pasal 14 menyatakan bahwa gurumempunyai hak professional sebagai berikut: (a) memperoleh penghasilan di ataskebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; (b) mendapatkanporomosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja , (c) memperolehperlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual , (d)memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi , (e) memperoleh danmemanfaatkan sarana dan prasaranban pembelajaran untuk menunjang kelancarantugas keprofeionalam , (f) memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian danikut menentukan kelulusaan , penghargaan dan/atau sanksi kepada peserta didiksesuai dengan kaidah pendidikan , kode etik guru , dan peraturanperundang-undangan , (g) memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalammelaksanakan tugas , (h) memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasiprofesi , (i) memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakanpendidikan , (j) memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkankualifikasi akademik dan kompetensi , dan/atau , (k) memperoleh pelatihan danpengembangan profesi dalam bidangnya.
Beberapa substansi UU Guru dan Dosen yang bernilai“pembaharuan” untuk mendukung profesionalitas dan kesejahteraan guru antaralain yang berkenaan dengan:
1.  Kualifikasi dan kompetensi guru: yangmensyaratkan kualifikasi akademik guru minimal lulusan S-1 atau Diploma IV ,dengan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogik ,kepribadian , profesional , dan sosial.
2.  Hak guru: penghasilan di atas kebutuhan hidupminimum berupa gaji pokok , tunjangan yang melekat pada gaji , tunjangan profesi ,tunjangan fungsional , tunjangan khusus , dan maslahat tambahan yang terkaitdengan tugasnya sebagai guru (pasal 15 ayat 1).
3.  Kewajiban guru; untuk mengisi keadaan daruratadanya wajib kerja sebagai guru bagi PNS yang memenuhi persyaratan.
4.Pengembangan profesi guru; melalui pendidikan guru yang lebih berorientasi padapengembangan kepribadian dan profesi dalam satu lembaga pendidikan guru yangterpadu.
5.Perlindungan; guru mendapat perlindungan hukum dalam berbagai tindakan yangmerugikan profesi , kesejahteraan , dan keselamatan kerja.
 6. Organisasi profesi; sebagai wadahindependen untuk peningkatan kompetensi karir , wawasan kependidikan ,perlindungan profesi , kesejahtreraan dan atau pengabdian , menetapkan kode etikguru , memperjuangkan aspirasi dan hak-hak guru.


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas , maka dapat disimpulkan sebagaiberikut:
1.      Kualitas proses pendidikan suatusekolah ditentukan pada unsur-unsur dinamis yang ada di dalam sekolah itu danlingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Salah satu unsurnya ialah gurusebagai pelaku terdepan dalam pelaksanaan pendidikan di tingkat institusionaldan instruksional. Dalam konteks yang lebih luas , hasil pendidikan mencakuptiga jenjang yaitu produk , efek , dan dampak.
2.      Peran guru dalam peningkatan mutupendidikan dapat dilihat dari empat dimensi , yaitu: peran guru sebagai pribadi ,peran guru di keluarga , sekolah , dan masyarakat.
3.      Masalah yang berkaitan dengankondisi guru antara lain kuantitas , kualitas , dan distribusi; kesejahteraan;manajemen guru; penghargaan terhadap guru; dan pendidikan guru.
4.  Guru memiliki peluang untuk memperoleh jaminan dalam mewujudkan otonomipedagogis yang merupakan hak azasinya sebagai unsur utama pendidikan sehinggadapat berkinerja secara profesional dan guru berpeluang untuk memperolehjaminan sebagai warga negara dengan segala hak dan kewajibannya. Sedangkantantangan guru profesional dalam eraglobalisasi , antara lain perkembangan teknologi informasi , otonomidaerah , dan desentralisasi pendidikan.
5.   Upaya membangun guru yang profesional antaralain (1) mengangkat harkat citra dan martabat guru , (2) meningkatkan tanggungjawabprofesi guru sebagai pengajar , pendidik , pelatih , pembimbing , dan manajerpembelajaran , (3) memberdayakan dan mendayagunakan profesi guru secara optimal ,(4) memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi guru ,(5) meningkatkan mutu pelayanan dan hasil pendidikan , (6) mendorong peransertamasyarakat dan kepedulian terhadap guru.

B.    Saran
Diharapkanpara pembaca makalah ini , khususnya guru dapat meningkatkan dan mengembangkanprofesinya sehingga lebih berkualitas dalam upaya menambah wawasan danmemperkaya khasanah pengetahuan peserta didik.
DAFTARPUSTAKA

Jalal , Fasli danDedi Supriyadi (ed). 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi
Daerah. Yogyakarta: Adicipta.

Karsidi , Ravik.2000. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan , Bahan Ceramah di
Pondok Assalam , Surakarta 19Februari.

Uno ,Hamzah. 2008. Profesi Kependidikan:Problema , Solusi , dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: BumiAksara.
Wen , Sayling.2003. Future of Education (Masa Depan Pendidikan) , alih bahasa Arvin
Saputra.Batam: Lucky Publisher.
http://dunia55pendidikan.blogspot.com/2010/02/guru-yang-profesional-itu-gimana-seh.htmldiakses tanggal 8 Maret 2010.

http://www.uns.ac.id/data/0023.pdf diakses tanggal 8 Maret 2010.

Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "CONTOH MAKALAH PROFESI GURU|PENGEMBANGAN PROFESI GURU | TEORI PENDIDIKAN"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel